REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejakgung) resmi melakukan penahanan terhadap tersangka MTM, mantan komisaris PT Citra Tobindo Sukses Perkasa (CTSP) terkait dugaan korupsi di PT Aneka Tambang (Antam). MTM, adalah satu dari enam tersangka, yang dituduh melakukan korupsi pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) di Sorolangun, di Jambi yang merugikan keuangan negara setotal Rp 92,5 miliar pada 2010-2013.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Leonard Ebenezer Simanjuntak menerangkan, selain MTM, lima tersangka lain dalam kasus ini, adalah AL, direktur utama (Dirut) PT Antam 2008-2013, tersangka HW, direktur operasional (Dir-ops) PT Antam. Tersangka BM, Dirut PT Indonesia Coal Resources (ICR), anak perusahaan PT Antam. Dan dua tersangka lainnya, MH, komisaris di PT Tamarona Mas Internasional (TMI), serta tersangka AT, Dir-ops PT ICR.
Penetapan enam tersangka itu, sebetulnya sudah dilakukan sejak 2018. Akan tetapi, proses penyidikan yang sempat mangkrak, membuat Jampidsus lama melakukan penahanan. Baru sepanjang pekan lalu, Rabu (2/6) tersangka AL, HW, BM, dan MH mulai diperiksa ulang, dan dijebloskan kekurungan. Pada Kamis (3/6), giliran tersangka AT, yang ditahan. Selanjutnya, tersangka MTM, ditahan Rabu (9/6). “Setelah dilakukan pemeriksaan, terhadap MTM yang berstatus tersangka dalam perkara ini, penyidik melakukan penahanan,” ujar Ebenezer di gedung Pidana Khusus (Pidsus), Jakarta, Rabu (9/6).
Adapun duduk perkara kasus ini, terkait dengan pengalihan IUP yang melibatkan Antam, dan anak perusahaannya. Dikatakan, MTM, selaku komisaris CTSP bersepakat dengan BM, dari ICR untuk menentukan harga akuisisi senilai Rp 92,5 miliar. MTM, dikatakan bersama MH, komisaris TMI, mensiasati seolah-olah adanya penanaman saham Rp 1,25 miliar di CTSP, agar perusahaan tersebut menjadi perantara peralihan IUP dari TMI. Atas peran tersebut, MTM, menerima imbalan Rp 56,5 miliar dari akuisisi CTSP, oleh ICR.
“Tersangka MTM, dan tersangka MH, menjamin keaslian dokumen-dokumen perijinan, padahal dokumen-dokumen banyak yang tidak lengkap, dan hanya fotocopy saja,” ujar Ebenezer. Atas perbuatan tersebut, Jampidsus menjerat enam tersangka dengan Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Tipikor, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.