REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) membantah bahwa kerugian kasus korupsi terkait dengan PT Antam yang ditangani institusi tersebut sebesar Rp5,9 kuadriliun. Bantahan tersebut sebagai respons atas sebuah unggahan di media sosial yang menyebutkan bahwa kerugian negara akibat kasus yang berkaitan dengan PT Antam mencapai nominal tersebut.
"Kami tidak pernah sampaikan kerugian negara sebesar itu dalam penanganan perkara di Antam," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar saat dihubungi di Jakarta, Selasa (11/3/2025).
Selain tuduhan kerugian negara, kata dia, terdapat pula unggahan di media sosial yang menarasikan adanya 109 ton emas palsu yang beredar. Terkait dengan kabar tersebut, Kejagung sebelumnya telah menyatakan bahwa tuduhan adanya emas palsu terkait dengan kasus 109 ton emas atau logam mulai (LM) dengan cap atau stempel (licensing) PT Antam bukanlah emas palsu.
"Hanya saja emas yang diperjualbelikan adalah emas ilegal karena diperoleh dari hasil yang ilegal," kata Kapuspenkum.
Secara aturan, emas yang akan distempel itu harus diverifikasi terlebih dahulu. Akan tetapi, dalam kasus 109 ton ini, emas ilegal tersebut bercampur dengan emas legal sehingga memengaruhi suplai dari Antam dan terjadi kelebihan di pasaran serta memengaruhi harga pada saat itu sehingga harga emas menjadi turun.
"Dengan demikian, 109 ton emas dalam kasus ini adalah emas asli," katanya menegaskan.
Kejagung menangani dua perkara yang berkaitan dengan PT Antam, yaitu perkara dugaan korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditas emas dalam kurun waktu 2010—2022 dan perkara transaksi jual beli emas Antam pada Butik Emas Logam Mulia (BELM) di bawah harga resmi emas Antam yang melibatkan pengusaha Budi Said.