Selasa 08 Jun 2021 21:07 WIB

Aliansi Nasional Desak Pembahasan RKUHP Secara Transparan

Aliansi Nasional mengkritisi rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP)

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bayu Hermawan
Demo tolak RKUHP
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Demo tolak RKUHP

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Nasional Reformasi KUHP yang terdiri dari puluhan organisasi mengkritisi Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Mereka menilai pembahasan dan sosialisasi RKUHP jauh dari prinsip transparansi.

Aliansi Nasional Reformasi KUHP memantau Kementerian Hukum dan HAM telah menyelenggarakan 11 kegiatan sosialisasi RKUHP, terdiri dari: Medan (23 Februari 2021), Semarang (4 Maret 2021), Bali (12 Maret 2021), Yogyakarta (18 Maret 2021), Ambon (26 Maret 2021), Makassar (7 April 2021), Padang (12 April 2021), Banjarmasin (20 April 2021), Surabaya (3 Mei 2021) Lombok (27 Mei 2021) dan Manado (3 Juni 2021). Dari 11 kota tersebut, pemerintah hanya intensif menyebarkan 5 materi yang sama dibawakan oleh Tim Perumus di setiap kota. Sayangnya, objek utama dari sosialisasi tersebut yakni draft RKUHP baru diberikan aksesnya hanya pada para peserta sosialisasi di Manado. 

Baca Juga

"Akses dokumen RKUHP tersebut sangat eksklusif, hanya dibagikan khusus pada para peserta yang hadir secara luring di Hotel Four Point Manado maupun yang hadir secara online melalui kanal zoom," tulis keterangan resmi Aliansi Nasional Reformasi KUHP yang diterima Republika.co.id, Selasa (8/6).

Aliansi tersebut menyarankan agar draft  RKUHP tersedia di lembaga Kemenkumham ataupun BPHN baik berupa offline maupun online (website) yang bisa mudah diakses masyarakat. Hal ini sesuai dengan Pasal 96 ayat (4) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Aliansi tersebut juga mendapati draft RKUHP yang disebarkan kepada peserta sosialisasi di Manado ternyata draft yang tanpa ada perubahan sama sekali dengan draft RKUHP yang ditolak oleh masyarakat pada September 2019 lalu. Oleh karena itu, Aliansi meyakini 24 poin permasalahan RKUHP yang telah dipetakan masih ada atau tidak diperbaiki. 

Kondisi ini kontras dengan pernyataan Presiden 20 September 2019, bahwa RKUHP ditunda pengesahannya untuk pendalaman materi.

"Jika tidak ada sedikitpun perubahan, lantas apa yang dibahas oleh pemerintah? sebagai catatan juga, pembahasan RKUHP di pemerintah pasca September 2019 belum pernah dilaporkan kepada publik," tulis Aliansi.

Selain itu, Aliansi menyebut pelaksanaan sosialisasi RKUHP oleh pemerintah tak melibatkan elemen masyarakat sipil dan pihak-pihak yang akan terdampak keberlakuan RKUHP seperti kelompok masyarakat adat, kelompok rentan. Adapun pihak yang mewakili lintas sektor lain di luar hukum pidana dilibatkan sebagai pembicara dalam sosialisasi tersebut. 

"Pasca sosialisasi di tiap kota tersebut pun tidak pernah diinformasikan inventarisasi hasil masukan masyarakat dari setiap kegiatan dan tindak lanjutnya. Sosialisasi ini lebih seperti hanya searah, bukan untuk menjaring dan menindaklanjuti masukan masyarakat," tulis Aliansi.

Oleh karena itu, Aliansi mendesak Pemerintah untuk membuka pembahasan RKUHP secara transparan, perluasan pembahas dan para ahli yang kritis untuk perbaikan RKUHP. Aliansi penasaran dengan apa yang dibahas oleh Pemerintah selama ini, dan mengapa tidak ada perubahan rumusan RKUHP sama sekali. 

"Hal ini perlu dilakukan sebagai jaminan bahwa RKUHP adalah proposal kebijakan yang demokratis," tulis Aliansi.

Diketahui, Aliansi Nasional Reformasi KUHP terdiri dari ICJR, ELSAM, AJI, LBH Pers, Imparsial, KontraS, ICW, HuMA, PBHI, LeIP, LBH Jakarta, PKBI, PSHK, Arus Pelangi, HRWG, YLBHI, SEJUK, LBH APIK, LBH Masyarakat, MaPPI FHUI, CDS, ILR, ICEL, Rumah Cemara, WALHI, Jatam, YPHA, Ecpat Indonesia, ILRC, Epistema Institute, Yayasan Kesehatan Perempuan, Aliansi Satu Visi, PKNI, PUSKAPA, AMAN Indonesia, AMAN Perempuan, Koalisi Perempuan Indonesia, JKP3, OPSI, Pusat Kajian Gender dan Seks UI, Institut Perempuan, Lintas Feminis Jakarta, Yayasan Peduli Sindroma Down Indonesia, Pusham UII, OHANA, SEHATI Sukoharjo, Greenpeace Indonesia, SAFEnet, IJRS, Pamflet.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement