REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati menilai wacana memajukan pemungutan suara Pemilu dari 21 April 2024 menjadi 21 Februari 2024 untuk menghindari kerumitan pelaksanaan Pemilu dan Pilkada. Sebab, Pilkada juga dilaksanakan di tahun yang sama, yakni November 2024.
Khoirunnisa mengatakan, meski pemilu dan pilkada diselenggarakan pada bulan berbeda tahun 2024, tetap saja akan ada himpitan tahapan pemilu. "Sangat riskan jika jarak antara keduanya terlalu mepet sehingga dapat dipahami jika KPU memajukan tahapan pemilunya," kata Khoirunnisa saat dikonfirmasi Ahad (6/6).
Namun, ia mengingatkan perlunya diperhatikan kesiapan Pemilu maupun Pilkada 2024 agar pelaksanaannya lebih baik dibandingkan Pemilu 2019 mulai dari anggaran, penyelenggara hingga mitigasi risiko. "Misalnya memaksimalkan simulasi, memastikan kesiapan anggaran, menyiapkan sumber daya manusia (SDM), dan manajemen risiko supaya tidak mengulangi lagi apa yang terjadi di pemilu 2019," kata Khoirunnisa.
Ia juga tidak mempersoalkan untuk meminimalisasi himpitan-himpitan tahapan Pemilu maupun Pilkada dilakukan percepatan atau memperpendek beberapa tahapan. Hal itu dimungkinkan agar beban penyelenggara dalam melaksanakan tahapan bisa berkurang.
"Kalo dari sisi regulasi bisa saja. Karena bahasa di undang-undang itu paling lambat, jadi kalau mau dibuat lebih cepat tidak masalah secara regulasi," katanya.
Sebelumnya, rapat bersama Komisi II DPR dengan pemerintah dan penyelenggara pemilihan umum memajukan waktu pemungutan suara Pemilu 2024 dari 21 April ke 28 Februari 2024, sedangkan hari pemungutan suara Pilkada Serentak 2024 pada Rabu 27 November 2024. Rapat juga memajukan tahapan Pemilu 2024 dimulai 25 bulan sebelum hari pemungutan suara yakni pada Maret 2022.