REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri merespons rencana pemanggilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terhadapnya. Ia mengaku heran dengan rencana Komnas HAM tersebut.
"Jadi begini, saya tidak paham apa yang akan ditanyakan oleh Komnas HAM, tapi yang pasti tentu kita sudah bahas dengan rekan-rekan pimpinan KPK. Karena sesungguhnya KPK itu adalah kolektif kolegial," ujar Firli di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (3/6).
Ia menjelaskan, visi KPK kepada masyarakat Indonesia adalah memberantas korupsi untuk mewujudkan Indonesia Maju. Hal tersebut dijabarkan dalam empat misi lembaga antirasuah itu.
"Program ini juga kami dasarkan kepada program prioritas nasional, yang ada tujuh program prioritas nasional. Empat di antaranya harus dikerjakan KPK," ujar Firli.
Di samping itu, ia membantah adanya pelemahan KPK lewat tes wawasan kebangsaan (TWK) yang tak meloloskan sejumlah orang. Komitmen KPK hingga saat ini juga masih sama, yaitu memberantas korupsi di Indonesia.
"Sehingga siapapun yang ada di KPK sama semangatnya, sama komitmennya untuk melakukan pemberantasan korupsi," ujar mantan kapolda Sumatra Selatan itu.
Diketahui, Komnas HAM menjadwalkan akan memanggil Ketua KPK Firli Bahuri pada pekan ini. Keterangan Firli dibutuhkan untuk investigasi aduan 75 pegawai KPK mengenai dugaan pelanggaran HAM dalam pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
"Kami merencanakan pekan depan (pekan ini, red), jadi kalau semua ini selesai kami langsung panggil (Ketua KPK)," ujar Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, M Choirul Anam di Gedung Komnas HAM Jakarta, Kamis (27/5).
Saat ini, lanjut Anam, tim investigasi Komnas HAM sedang mendalami fakta dari polemik tidak lolosnya 75 pegawai KPK dalam asesmen TWK. Hasil koordinasi KPK, BKN, Kemenpan RB, Kemenkumham, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Lembaga Administrasi Negara (LAN) menyatakan bahwa 51 dari 75 pegawai itu dinyatakan tidak lulus semenetara 24 sisanya dapat dibina lebih lanjut sebelum diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Dari fakta lah nanti akan kelihatan apa kasusnya, bagaimana konstruksi peristiwanya dan siapa yang tanggung jawab," terang Anam.