Selasa 01 Jun 2021 10:36 WIB

Gus AMI: Masukkan Pancasila ke Pelajaran Wajib Sekolah

Sebagai dasar negara, Pancasila saat ini menghadapi tantangan berat.

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Gus AMI).
Foto: Istimewa
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Gus AMI).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Ketua DPR Abdul Muhaimin Iskandar (Gus AMI) mendesak pemerintah memastikan Pancasila menjadi pelajaran wajib di sekolah dan kampus di Tanah Air. Sebagai dasar negara, Pancasila saat ini menghadapi tantangan berat berupa kian menurunnya penghayatan dan pengamalan dari anak bangsa.

“Penghayatan dan pengamalan Pancasila sebagai dasar negara harus diakui kian hari kian menurun. Maka sudah seharusnya Pancasila harus kembali menjadi pelajaran wajib di sekolah maupun kampus di Tanah Air,” ujar Gus AMI dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Selasa (1/6).

Ketua Umum DPP PKB ini berharap agar upaya menyosialisasikan kembali nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara bisa kembali dilakukan secara sistematis. Salah satunya melalui kurikulum pendidikan yang mewajibkan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib baik di bangku dasar dan menengah maupun di jenjang perguruan tinggi.

“Kami mendengar informasi jika Peraturan Pemerintah Nomor 57/2021 tentang Standar Nasional Pendidikan yang tidak memuat Pancasila sebagai pelajaran wajib direvisi. Kami berharap hasil revisi segera diterbitkan dan menegaskan jika Pancasila merupakan pelajaran wajib yang harus ditempuh setiap anak didik di Indonesia,” katanya.

Gus AMI mengatakan, pasca-Orde Baru ada semacam trauma bagi bangsa ini untuk melanjutkan berbagai kebijakan yang sebenarnya sudah baik di masa lalu. Seperti upaya pribumisasi Pancasila melalui program Pendoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) atau kewajiban bagi setiap peserta didik untuk menempuh Pelajaran Moral Pancasila (PMP).

“Akibatnya setelah hampir lebih dari 20 tahun masa reformasi banyak anak muda yang asing dengan Pancasila, sementara yang usia dewasa perlahan-lahan melupakannya,” ujarnya.

Ketua Umum PB PMII Periode 1994-1997 ini menilai wajar saja ada trauma bagi bangsa ini untuk melanjutkan kebijakan di masa Orde Baru termasuk pribumisasi Pancasila. Menurutnya pada saat itu Pancasila dijadikan sebagai alat propaganda untuk melanggengkan dominasi rezim penguasa.

“Siapa saja yang bersuara kritis terhadap rezim penguasa dicap tidak Pancasialis dan dianggap melawan negara. Jadi wajar pasca-orde baru banyak kalangan yang trauma mendengar terminologi Pancasila. Padahal Pancasila adalah dasar negara,” katanya.

Rasa trauma itu, lanjut Gus AMI, diekspresikan dalam banyak hal. Mulai dari pembubaran Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7), menghapus penataran P4, hingga tidak ada lagi pelajaran wajib Pendidikan Moral Pancasila (PMP) di bangku sekolah. Padahal di satu sisi Pancasila tetap dibutuhkan sebagai mercusuar atau alat pandu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Apalagi dewasa ini banyak sekali ideologi ekstrem baik dari kanan maupun kiri yang mencoba mempengaruhi banyak anak bangsa melalui berbagai platform media sosial. Situasi ini harus diimbangi dengan upaya mengenalkan kembali nilai-nilai Pancasila kepada anak bangsa terutama para generasi milenial,” katanya.

Menyitir pandangan Rais A’am PBNU KH Achmad Siddiq periode 1984-1989, Gus AMI menegaskan jika Pancasila sebagai ideologi bangsa tidak bertentangan dengan Islam bahkan dapat berjalan bersama dan saling mengisi. Menurutnya, pandangan KH Achmad Siddiq tersebut harus terus diingat umat Islam khususnya nadhliyin sehingga tidak ada lagi yang mencoba mempertentangkan Pancasila dengan Islam.

"Tidak ada pertentangan antara Pancasila dan Agama sehingga jika ada yang mencoba mempertentangkan jelas bukan atas dasar agama tetapi karena syahwat politik kekuasaan," ujar dia.

Selain itu, kata Gus AMI, upaya menyosialisasikan Pancasila harus dilakukan dengan pendekatan baru yang lebih humanis dan kekinian. Menurutnya, dengan dominasi pengaruh media sosial, maka informasi termasuk tentang Pancasila harus dikemas secara dialogis, eye catching, dan jika perlu dengan gimmick tertentu.

“Dengan demikian nilai-nilai Pancasila bisa dipahami tanpa kesan mengurui dan mendominasi,” kata Gus AMI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement