REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Presidium Indonesia Traffic Watch (ITW), Edison Siahaan mengatakan bahwa pelat khusus kendaraan anggota dewan yang dibuat DPR merupakan pelat ilegal. Menurutnya Surat Telegram yang dikeluarkan Kapolri bernomor STR/164/III/YAN/1.2./2021 tertanggal 15 Maret 2021 yang ditandatangani oleh Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Istiono atas nama Kapolri hanya bersifat sosialisasi kepada jajaran kepolisian terkait adanya aturan tersebut di DPR.
"Jadi bukan nomor yang dikeluarkan oleh Polri, tidak. Jadi artinya pelat ilegal itu," kata Edison kepada Republika, Ahad (23/5).
Dirinya menjelaskan, aturan telah mewajibkan setiap kendaraan untuk menggunakan kelengkapan kendaraan apabila melintas di jalan raya. Kelengkapan itu, antara lain Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB).
Begitu juga warna dan ukuran pelat yang juga ditentukan oleh pihak kepolisian. Penomoran registrasi kendaraan juga merupakan kewenangan kepolisian. Oleh karena itu Edison meminta aparat kepolisian di lapangan tidak segan-segan menindak setiap kendaraan yang tidak menggunakan pelat nomor yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Kecuali Kapolri sudah memberikan nomor khusus ini begini, begini, nah itu, ini kan hanya merespons surat sekjen DPR," ucapnya.
Dirinya juga mempertanyakan urgensi DPR membuat aturan tersebut. Menurutnya pelat khusus anggota DPR itu rawan ditiru oknum yang tidak bertanggungjawab untuk menghindari tilang. Dirinya juga mempertanyakan alasan penggunaan pelat khusus tersebut agar anggota dewan mudah dikenali.
"Kalau memang mau lebih dikenal lagi ya sudah mobil itu dibikin stiker aja gede kiri kanan bodynya, belakang kaca ditulis 'anggota DPR' gede-gede itu kan bagus," ujarnya.
Ia juga mengkritisi alasan bahwa aturan tersebut dibuat untuk menyikapi ramainya dugaan pelanggaran lalu lintas mengatasnamakan anggota dewan.
Menurut Edison tak ada relevansinya pelat khusus tersebut dengan pelanggaran yang dilakukan anggota dewan. Dirinya justru memandang aturan tersebut merupakan bentuk intimidasi DPR kepada polisi.
"Jadi surat DPR ini tekanan politik kepada polisi. DPR mengintimidasi Polri supaya bisa menggunakan itu. Anggotanya yg melanggar kok jadi dikasih nomor istimewa, apalagi dikasih nomor istimewa?" tegasnya.