Sabtu 22 May 2021 11:51 WIB

Vaksin Gotong Royong Dinilai Bisa Munculkan Diskriminasi

Harga vaksin gotong royong dinilai terlalu mahal untuk pengusaha kecil dan menengah.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin Covid-19 kepada peserta vaksin gotong royong.
Foto: Republika/Prayogi
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin Covid-19 kepada peserta vaksin gotong royong.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Vaksin gotong royong dinilai dapat menimbulkan diskriminasi. Sebab, vaksin gotong royong hanya dapat diikuti pegawai dari perusahaan besar dan multinasional.

Hal ini diungkapkan Ekonom Narasi Institute Fadhil Hasan. Dia menjelaskan, dengan harga vaksin yang ditetapkan sebesar Rp 321.660 dan tarif maksimal pelayanan vaksinasi sebesar RP 117.910, harga tersebut terlalu mahal untuk pengusaha kecil dan menengah.

Baca Juga

"Total biaya maksimal untuk dua kali vaksinasi, termasuk harga pembelian dan pelayanan vaksinasi yaitu Rp 879.140 per orang. Total biaya tersebut terlalu mahal bagi pengusaha kecil dan menengah," ujar Fadhil Hasan dalam acara zoominari kebijakan publik, Jumat (21/5).

Fadhil menilai, pekerja dari perusahaan kecil dan menengah tidak akan berkesempatan mendapatkan vaksin gotong royong. Akhirnya, mereka dengan sabar harus menunggu vaksin dari pemerintah.

Padahal, pemulihan ekonomi seharusnya berawal bukan hanya dari perusahaan besar, tetapi juga seluruh jenis badan usaha baik menengah maupun kecil.

"Harga yang mahal menyebabkan usaha skala kecil dan menengah meminta pegawainya mencari sendiri vaksin gratis dari pemerintah. Mengingat usianya masih produktif, mereka harus menunggu sampai prioritas terakhir," ucap dia.

Ia juga menilai bahwa tata kelola vaksin gotong royong yang masih perlu diperbaiki. Sebab, belum ada pengawasan sistemik terhadap potensi pembebanan biaya vaksin kepada karyawan.

Sebagaimana diketahui, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) No.HK.01.07, pendanaannya dibebankan kepada badan hukum atau badan usaha dan penerima vaksin tidak bayar sendiri. Akan tetapi, imbas resesi membuat perusahaan berpotensi membebankan biaya vaksin kepada karyawan.

"Seharusnya ada pengawasan dengan sanksi ketat, bila ada perusahaan yang membebani kepada karyawan secara tidak langsung maupun langsung," katanya.

Menurutnya, Kementerian Tenaga Kerja dan Asosiasi Pekerja harus dilibatkan dalam tata kelola pengawasan pembebanan vaksin gotong royong kepada pegawai.

Selain itu, ia menambahkan bahwa Pemerintah perlu menjelaskan secara detail harga vaksin gotong royong secara transparan ke publik. Untuk menghindari persepsi diskriminasi dan motif bisnis, lanjut dia, Kementerian BUMN, Kemenkes dan BIOFARMA perlu menyampaikan transparansi cost structure dari vaksin gotong royong kepada publik.

Pihak-pihak tersebut harus menjelaskan berapa biaya vaksin sinopharm dan kenapa hanya vaksin tertentu saja yang digunakan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement