REPUBLIKA.CO.ID, Vaksin Covid-19 merek AstraZaneca belakangan menjadi sorotan menyusul kasus kematian yang dialami almarhum Trio Fauqi Virdaus (22), warga Buaran, Duren Sawit, Jakarta Timur. Komnas KIPI pun telah mengonfirmasi ada tiga kasus kematian terkait vaksinasi AstraZaneca.
Dokter spesialis pulmonologi dan kedokteran respirasi (paru) RSUP Persahabatan, Dr. dr. Erlina Burhan, menuturkan semua obat termasuk vaksin Covid-19 dari AstraZeneca bisa menyebabkan efek samping meskipun tidak semua orang mengalaminya. Efek samping ini sifatnya sangat umum atau mungkin muncul pada lebih 1 dari 10 orang seperti nyeri, nyeri tekan, rasa hangat atau gatal pada bagian tubuh yang disuntik, rasa tidak enak badan, rasa lelah, menggigil atau merasa seperti demam, nyeri kepala, mual dan nyeri sendi otot.
Ada juga keluhan bengkak atau kemerahan pada bagian tubuh yang disuntik, demam, muntah atau diare, nyeri tungkai dan lengan dan gejala serupa flu seperti demam, nyeri tenggorokan, pilek, batuk dan menggigil. Keluhan ini menurut Erlina umum atau mungkin muncul pada 1 dari 10 orang.
Obat yang mengandung paracetamol bisa digunakan untuk mengatasi efek samping semisal nyeri dan atau demam. "Bila terjadi KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) yang berat dihentikan, bukan berarti berhenti selamanya. Ini sifatnya prosedural dan dilakukan untuk semua hal, bukan hanya vaksin tetapi juga obat. Efek samping vaksin rata-rata sama, ringan hingga sedang," tutur dia dalam diskusi via daring, Jumat (21/5).
Kasus yang berat atau tidak umum usai divaksin AstraZeneca merujuk pada gejala seperti pusing, nyeri perut, pembesaran kelenjar getah bening di dekat lokasi tempat suntikan, keringat berlebihan, kulit terasa gatal, muncul ruam-ruam dan pembengkakan hebat pada bibir, mulut dan tenggorokan (yang mungkin menyebabkan kesulitan menelan atau bernapas).
"Ada juga yang sangat langka yakni penggumpalan darah disertai penurunan trombosit (trombositopenia), kasusnya sangat rendah hanya 4 kasus dalam 1 juta orang," ujar Erlina.
Kemudian, untuk mencegah kasus-kasus pembekuan darah yang menurut laporan dialami 4 orang dari 1 juta orang, Erlina merekomendasikan orang-orang dengan masalah pengentalan darah, mengonsumsi pengencer darah, kelainan seperti trombosis atau penyumbatan, memeriksakan diri dulu sebelum divaksin. Dia mengatakan, anjuran ini mengepankan prinsip kehati-hatian.
Peserta vaksinasi Covid-19, Nita Chusnul Yulaikah (39), mengaku mengalami demam hingga 38,1 derajat celcius yang disertai gejala pusing usai menjalani suntikan dosis pertama vaksin AstraZeneca batch CTMAV 544 pada Rabu (19/5).
"Saya disuntik vaksin di Mall Taman Anggrek, Jakarta, sesuai dengan arahan kantor, tempat saya bekerja," kata pegawai Trans Mart itu saat dihubungi di Jakarta, Jumat siang.
Beberapa jam usai disuntik, gejala demam dan pusing mulai dirasakan Nita. Situasi itu berlangsung hingga malam hari.
"Hari itu suhu tubuh saya sampai 38,1 derajat celcius. Badan panas dan kepala pusing," katanya.
Nita pun mengonsultasikan gejala yang dialami kepada tenaga medis melalui nomor kontak yang telah diberikan petugas saat vaksinasi di Mall Taman Anggrek. Warga Depok, Jawa Barat, itu disarankan untuk meminum obat penurun panas jenis paracetamol.
"Petugasnya bilang ini gejala umum dan diperkirakan akan hilang dalam tiga hingga tujuh hari," ujarnya.
Gejala tersebut dirasakan Nita hingga Kamis (20/5). Demam yang dia rasakan pun baru berangsur membaik pada Jumat pagi meskipun rasa ngilu di lokasi suntik masih dirasakan. Nita menceritakan proses saat dia menjalani vaksinasi.
"Pada Rabu (19/5) sekitar pukul 12.30 WIB, saya datang bersama seorang teman dari tempat kerja yang sama. Kawan saya setelah vaksin juga sempat mengalami ngilu di sekitar tempat suntikan, tapi tidak sampai demam," ujarnya.
In Picture: Vaksin Covid -19 bagi Pekerja Wisata di Badung Bali
Beberapa saat sebelum menjalani penyuntikan vaksin, petugas di sentra vaksinasi sempat melakukan diagnosa terhadap riwayat penyakit, gejala, alergi obat, hingga alergi makanan. Selanjutnya dilakukan cek suhu serta tensi darah. Setelah segala sesuatunya dianggap normal, petugas pun memberikan suntikan vaksin sekitar pukul 14.00 WIB.
"Saat disuntik pun saya sudah sarapan dan makan siang. Tidak puasa," katanya.
Ketua Komnas KIPI Hindra Irawan Satari mengatakan, definisi KIPI serius sesuai pedoman WHO, adalah semua kejadian medik yang terjadi setelah imunisasi yang menyebabkan seseorang harus menjalani rawat inap, kecacatan, kematian serta menimbulkan keresahan masyarakat. Sedangkan, KIPI nonserius adalah semua kejadian medik yang terjadi setelah imunisasi namun tidak menimbulkan risiko potensial pada kesehatan penerima vaksin.
Hindra mengatakan dari seluruh laporan KIPI yang masuk dan ditangani, yang menonjol adalah reaksi yang berhubungan dengan kecemasan. "Situasi itu ditandai dengan demam, nyeri otot, lemas, sakit kepala dan lainnya," katanya.
Gejala yang dirasakan Nita berkaitan dengan kejadian nonserius yang saat ini dilaporkan Komnas KIPI mencapai 10.627 laporan, terbagi atas Sinovac 9.738 dan AstraZeneca 889 laporan. Dari seluruh laporan itu, seluruh peserta vaksinasi bergejala nonserius telah dilaporkan pulih dan sehat usai istirahat.
Di Inggris, tempat produksi vaksin AstraZeneca, saat ada kasus KIPI berat maka vaksinasi dihentikan sampai ada bukti ada hubungannya dengan vaksin atau tidak. Begitu laporan menunjukkan tidak ada hubungan, maka vaksinasi kembali dilakukan.
Indonesia sendiri sempat menghentikan sementara distribusi satu batch vaksin AstraZeneca yakni CTMAV547 (batch yang disuntikkan ke almarhum Trio) sebagai upaya memastikan keamanan vaksin Covid-19 itu terkait KIPI yang dilaporkan. Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Tingkat Pusat & Duta Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) dr. Reisa Broto Asmoro mengatakan, penghentian ini sembari menunggu hasil investigasi Komnas KIPI.
"Dalam satu batch ada 448.000 dosis yang dari total 3,8 juta dosis vaksin AstraZeneca. Maka yang lain tetap dilanjutkan, ini hanya dihentikan sementara sambil menunggu hasil investigasi," kata dia.
"Begitu ada laporan serius, harus ada tindak lanjutnya, salah satunya pengujian terhadap vaksin. Dilakukan 1-2 minggu untuk memastikan keamanan vaksin tersebut. Memang ini upaya kehati-hatian pemerintah memastikan keamanan vaksin dan menghindari jatuhnya korban lagi kalau memang terbukti," sambung Reisa.
Dia menekankan, vaksin AstraZeneca sudah masuk ke daftar penggunaan darurat Organisasi Kesehatan dunia (WHO). AstraZaneca tergolong vaksin dengan jumlah penggunaan terbanyak di dunia khususnya di Eropa dan sudah terbukti berhasil menekan kasus baru.