REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Jaramaya, Idealisa Masyrafina, Dwina Agustin, Antara
Israel akhirnya menyetujui gencatan senjata dengan kelompok militan Palestina di Gaza. Aksi tersebut dikonfirmasi oleh media Israel dan pejabat Hamas pada Kamis (20/5) malam.
Menurut sumber Hamas dan Israel, gencatan senjata yang ditengahi oleh Mesir akan mulai berlaku pada Jumat (21/5) pukul 02.00 dini hari waktu setempat. Juru bicara Hamas, Sami Abu Zuhri, mengatakan Israel telah gagal mencapai tujuan agresinya dan menyerah.
"Israel gagal mencapai tujuan agresinya dan melarikan diri dari pertempuran dengan perlawanan Palestina," kata Zuhri kepada Anadolu Agency dalam reaksi resmi pertama terhadap gencatan senjata tersebut.
Sementara itu, beberapa menit setelah pengumuman gencatan senjata, sayap militer Hamas memperingatkan Israel untuk tidak melakukan serangan apa pun di Gaza sebelum gencatan senjata diberlakukan. Namun, roket Palestina masih berlanjut dan Israel meluncurkan setidaknya satu serangan udara. Masing-masing pihak mengaku siap membalas pelanggaran gencatan senjata apa pun oleh pihak lawan. Kairo mengatakan, akan mengutus dua delegasi guna memantau gencatan senjata.
Juru bicara Brigade Ezzeddin al-Qassam, Abu Ubaida, mengatakan, mereka telah menanggapi mediasi Arab untuk gencatan senjata dengan Israel. Abu Ubaida memperingatkan Israel bahwa Brigade al-Qassam telah mempersiapkan serangan roket besar, dengan daya ledak yang mencakup seluruh Israel dari ujung utara hingga ujung selatan, serta dari utara Haifa ke selatan Bandara Ramon. Abu Ubaida menambahkan, serangan roket itu ditangguhkan untuk mengamati perilaku Israel sampai pukul 14.00 pada Jumat (21/5).
Di Israel, ketenangan terasa pahit. "Bagus bahwa konflik akan berakhir, tapi sayangnya saya merasa kita tidak punya banyak waktu sebelum eskalasi berikutnya," kata Eiv Izyaev, insinyur berusia 30 tahun, di Tel Aviv.
Menurut Kementerian Kesehatan yang berbasis di Gaza, setidaknya 232 warga Palestina telah tewas, termasuk 65 anak-anak dan 39 perempuan. Sementara, lebih dari 1.700 lainnya mengalami luka-luka dalam serangan Israel di Jalur Gaza sejak 10 Mei. Selain itu, pusat kesehatan, kantor media, dan lingkungan perumahan telah menjadi sasaran.
Hamas mulai menembakkan roket ke Israel pada 10 Mei sebagai pembalasan atas tindakan Israel yang merampas hak warga Palestina untuk beribadah di Masjid Al-Aqsha selama bulan Ramadhan. Selain itu, Israel juga telah mengusir paksa warga Palestina yang tinggal di wilayah Sheikh Jarrah.
Sejak saat itu, Hamas dan Israel saling melakukan serangan dengan intensitas tinggi. Sekitar 4.000 roket telah ditembakkan dari Gaza sejak 10 Mei. Sebagian besar dari tembakan roket itu telah dicegat oleh pertahanan rudal Israel. Konflik juga telah meluas ke perbatasan Israel-Lebanon dan memicu kekerasan di Tepi Barat yang diduduki.
Hampir 450 bangunan di Gaza yang berpenduduk padat telah hancur atau rusak parah, termasuk enam rumah sakit dan sembilan pusat kesehatan perawatan primer. Sementara, lebih dari 52 ribu warga Palestina telah mengungsi.
Korban juga jatuh di sisi Israel. Otoritas menyebutkan, jumlah korban tewas di Israel sebanyak 12 orang, dengan ratusan orang dirawat karena cedera akibat serangan roket yang menyebabkan kepanikan dan membuat warga mengungsi.
Di tengah maraknya peringatan gobal, Presiden AS, Joe Biden, mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu agar mengupayakan deeskalasi, sementara Mesir, Qatar, dan PBB berupaya untuk melakukan mediasi. Dalam pidato pada Kamis (20/5), Biden menyampaikan belasungkawa untuk Israel dan Palestina. Ia juga mengatakan Washington akan bekerja sama dengan PBB "dan pemangku kepentingan internasional lainnya untuk memberikan bantuan cepat kemanusiaan" untuk Gaza.
Menurut Biden, bantuan akan dikoordinasikan dengan Otoritas Palestina (PA), yang dikelola rival Hamas, Presiden Mahmoud Abbas, dan berbasis di Tepi Barat yang diduduki Israel, dengan cara yang tidak mengizinkan Hamas memasok kembali persenjataan militer mereka.
Hamas dianggap sebagai kelompok teroris oleh Barat dan Israel, yang menolak mengakuinya. Kekerasan bermula dari kemarahan rakyat Palestina atas apa yang mereka serang lantaran Israel mengekang hak-hak mereka di Yerusalem, termasuk selama bentrokan polisi dengan pengunjuk rasa di Masjid Al-Aqsha. Hamas sebelumnya menuntut agar setiap penghentian pertempuran di Gaza dibarengi dengan penarikan mundur pasukan Israel di Yerusalem. Pejabat Israel mengatakan kepada Reuters bahwa tidak ada syarat seperti itu dalam gencatan senjata.