REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sidang Kasus Penganiayaan yang melibatkan seorang warga negara asing (WNA), Senin (17/5) sore digelar, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dalam sidang tersebut penasihat hukum Andy Cahyady mengajukan eksepsi karena keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Dalam perkara ini, Andi Cahyady diproses hukum karena didakwa melakukan penganiayaan. Padahal sebelumnya, Andi posisinya adalah korban penganiayaan.
Dalam siaran persnya disebutkan, tim penasihat hukum Andy Cahyadi, Muh. Israq Mahmud, saat membacakan eksepsi menyebut ada tiga alasan mereka mengajukan eksepsi. Di antaranya dakwaan dianggap Nebis In Idem.
“Surat dakwaan memuat perbuatan penganiayaan yang dilakukan terdakwa pada hari jumat tanggal 17 Agustus 2018 sekira jam 23.00 WIB bertempat di Jalan Marble 5 No. 35, Pantai Indah Kapuk, Penjaringan, Jakarta Utara. Perbuatan penganiayaan dengan locus dan tempos delicti yang sama telah dilakukan penuntutan Penuntut Umum Kejari Jakarta Utara dengan surat tuntutan no. reg. perkara: PDM-224/JKT.UT/10/2020 dan telah memperoleh putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara nomor 1573/Pid.B/2020/PN.Jkt.Utr tanggal 02 Maret 2021,” kata Israq.
Dipaparkannya, surat dakwaan memuat perbuatan dengan tempos dan locus delicti yang telah dituntut dan diputuskan majelis hakim perkara nomor 1573/Pid.B/2020/PN.Jkt.Utr dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, dengan menyatakan pelaku perbuatan adalah Wenhai Guan (pelapor dalam perkara ini) dengan hukuman 6 bulan penjara, dan bukan Andy Cahyady (Terdakwa dalam perkara ini). Maka sesuai Pasal 76 KUHP dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2002 tentang Penanganan Perkara yang berkaitan dengan Asas Nebis In Idem perbuatan penganiayaan sebagaimana surat dakwaan tidak dapat dilakukan penuntutan karena “ne bis in idem”.
Penasihat hukum Andy Cahyady lainnya, Muhamad Aditya Pramana, menyebutkan dakwaan disusun berdasarkan berita acara pemeriksaan yang tidak memuat hak terdakwa dalam mengajukan saksi yang menguntungkan atas dirinya. Maka surat dakwaan tidak sesuai hukum acara pidana dan harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Sementara Mohammad Muchsin, yang juga tim penasihat hukum Andy Cahyadi menyebutkan dakwaan tidak cermat dalam menjelaskan hubungan keterkaitan antara satu peristiwa dengan akibat yang diderita korban. Dalam dakwaan disebutkan bahwa yang diderita korban yaitu menderita lecet 1 cm dengan lebam di pipi kiri, luka lecet di leher depan, lebam di bibir atas dan lebam di dahi kiri sebagaimana hasil Visum et Repertum Rumah Sakit Pantai Indak Kapuk tanggal 10 November 2018. Sementara pelapor baru melaporkan dugaan adanya penganiayaan oleh terdakwa pada tanggal 24 Agusutus 2020 sebagaimana Laporan Polisi Nomor LP/5000/VIII/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ.
Ketentuan dalam pasal 133 KUHAP, keterangan ahli kedokteran berupa keterangan tertulis, dalam hal ini visum et repertum harus dilakukan atas permintaan polisi/penyidik. Bagaimana mungkin sudah ada hasil hasil Visum et Repertum tertanggal 10 November 2018, sementara laporan polisi saja baru dilakukan pada tanggal 24 Agustus 2020;
Dengan demikian, lanjut Muchsin, dakwaan JPU adalah tidak cermat, tidak jelas, dan tidak berdasarkan hukum, oleh karenanya dakwaan harus dinyatakan batal demi hukum.
Atas Eksepsi tersebut JPU akan memberikan tanggapan pada sidang selanjutnya 24 Mei 2021.