Selasa 11 May 2021 21:28 WIB

Gender dan Kriminalitas dalam Kasus Sate dan Kopi Sianida

Apakah vonis mati merupakan jawaban atas rasa keadilan baik bagi korban maupun pelaku

Sate sianida (ilustrasi)
Foto:

Oleh : Dian Andriasari, Dosen Fakultas Hukum Unisba, Ph.D Candidate UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Tipologi Kasus

Publik tentu menolak lupa pada kasus kopi sianida pada 2016 yang berakhir dengan vonis 20 tahun penjara bagi Jessica. Kasus tersebut menjalani serangkaian penyidikan panjang hingga melibatkan polisi federal Australia.

Salah satu persamaan dari kedua kasus ini, selain menggunakan sianida sebagai instrument melakukan kejahatan adalah motif pelaku yang dilatarbelakangi oleh persoalan relasi personal yang berujung pada rasa sakit hati dan dendam. Hal yang tidak kalah menarik adalah dalam kedua kasus ini melibatkan perempuan sebagai pelaku utama.

Sejatinya sifat universal ketimpangan kriminalitas di dominasi oleh laki-laki. Secara tradisional, laki-laki dibiasakan untuk dominan, aktif dan agresif. Bahkan, pandangan tentang sikap kesatria dan hukum sering menuntut agar laki-laki bertanggungjawab atas apa yang terjadi. Sementara itu pembiasaan peran gender tradisional perempuan menekankan kepasifan dan ketundukan.

Secara teoritis ancaman potensial viktimisasi seksual juga membatasi mobilitas dan akses perempuan pada lokasi-lokasi kriminal. Karena itu perempuan cenderung terkonsentrasi pada jenis-jenis kejahatan yang kurang membawa hasil. Bahkan untuk kejahatan pelacuran sekalipun biasanya dikendalikan oleh laki-laki.

Namun framing yang didasarkan secara ilmiah itu, kini mengalami pergeseran, tanpa maksud melakukan generalisasi, menyoal kedua kasus pembunuhan yang menjadikan 2 orang perempuan sebagai pelaku dan menggunakan modus operandi yang hampir serupa, nampaknya bangunan teoritis tersebut tidak berlaku sepenuhnya. Akan tetapi disudut lain bahwa pada dasarnya, untuk menjadikan seseorang dilabeli penjahat tidak diperlukan karir kejahatan yang mumpuni.

Artinya seseorang yang mempunyai track record sosial yang baik sekalipun, baik itu ditinjau dari kelas sosial, status sosial dan kedudukan serta kesan baik di masyarakat, dimungkinkan untuk menjadi penjahat yang sadis, tipologi ini lebih dikenal dengan istilah Criminal of Passion. Barangkali inilah penjelasan yang paling mutakhir untuk menggambarkan kedua pelaku beserta tipologi kejahatannya. Literatur mutakhir tentang gender dan kejahatan menunjukkan adanya bias androsentris dalam banyak delikuensi dan kejahatan (Chesney-Lind, 1989).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement