Ahad 09 May 2021 22:20 WIB

Polkasi Nilai Tes Wawasan Kebangsaan KPK Masih Wajar   

Materi tes wawasan kebangsaan KPK tak perlu diperdebatkan

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Nashih Nashrullah
Materi tes wawasan kebangsaan KPK tak perlu diperdebatkan. Logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Materi tes wawasan kebangsaan KPK tak perlu diperdebatkan. Logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Direktur Eksekutif Pusat Studi Politik dan Kebijakan Strategis Indonesia (Polkasi) Stanislaus Riyanta menilai wajar seleksi terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal itu dia sampaikan berkenaan dengan tes wawasan kebangsaan (TWK) bagi para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

"Namanya sebuah tes tentu ada yang hasilnya memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat," kata Stanislaus Riyanta di Jakarta, Ahad (9/5). 

Baca Juga

Menurutnya, seleksi atau tes apalagi untuk menjadi ASN adalah hal yang wajar bahkan wajib dan hasilnya sekitar enam persen yang tidak lolos. Dia mengatakan, yang tidak wajar adalah jika lebih banyak yang tidak memenuhi syarat. Artinya, sambung dia, bisa jadi instrumen testnya yang kurang tepat. 

Berdasarkan penjelasan KPK bahwa TWK menggunakan multimetode dan multiasesor (tertulis dan wawancara) yang diselenggarakan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Lembaga tersebut kemudian bekerjasama dengan Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis TNI, Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat (Pusintel TNI AD), Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat (Dispsiad), dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). 

"Lembaga yang menyelenggarakan TWK tersebut sudah teruji untuk melakukan tes atau seleksi. Tidak perlu lagi meragukan hasil TWK calon ASN KPK dan tidak perlu menjadi perdebatan," katanya. 

Sepertu diketahui, proses pengalihan status pegawai KPK menjadi pegawai pemerintah merupakan sebuah amanat dari Undang Undang Nomor 19 tahun 2019, PP Nomor 41 tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN dan Peraturan KPK Nomor 1 tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN. 

KPK bekerjasama dengan BKN melaksanakan TWK yang terdiri dari indeks moderasi bernegara dan integritas (IMB 68), penilaiaan rekam jejak (profiling), dan wawancara. Hasil dari TWK terhadap 1.351 pegawai dengan hasil sebanyak 75 orang pegawai dinyatakan tidak memenuhi syarat dan dua orang tidak hadir pada tahap wawancara. 

Beredar informasi bahwa ada nama penyidik senior di KPK, Novel Baswedan dalam 75 nama tersebut. Begitu juga dengan sejumlah kepala satuan tugas, pengurus inti wadah pegawai KPK serta pegawai KPK yang berintegritas dan berprestasi lainnya.

Tes tersebut lantas menuai polemik menyusul kemunculan sejumlah soal yang dinilai janggal lantaran tidak berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi pemberantasan korupsi. Diantara pertanyaan yang muncul yakni pandangan pegawai seputar FPI, Muhammad Rizieq Shihab, HTI, alasan belum menikah, kesediaan menjadi istri kedua, doa qunut dalam sholat hingga LGBT. 

Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK, Giri Suprapdiono, mengaku heran dengan hasil TWK bagi para pegawai lemnaga antirasuah itu. Menurutnya, tes tersebut diadakan guna menyingkirkan pihak-pihak yang tidak diinginkan di lembaga yang didirikan pada 2003 lalu itu. 

"Saya berkeyakinan hasil tes itu tidak signifikan dan kami-kami ini memang tidak diinginkan melanjutkan pemberantasan korupsi di negeri ini," kata Giri Suprapdiono di Jakarta, Sabtu (8/5). 

Giri mengatakan, puluhan pegawai dengan status tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan tes tersebut telah 16 tahun bekerja di KPK. Secara pribadi, Giri mengaku pernah mendapatkan penghargaan dari LAN sebagai peserta diklat tim terbaik, bersama direktur seluruh lembaga serta makarti nagari award. 

"Ini kontradiksi luar biasa, saya seagkatan dengan pak Johan Budi saya membantu di deputi pencegahan, tentu pak Johan memahami kontribusi. Tapi dalam tes ini seakan kami tak berkompeten tak penuhi syarat, tentu ini perlu dipertanyakan," katanya.  

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement