REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas menyatakan, tidak ada militansi bernafas agama tertentu dalam tubuh KPK. Hal ini disampaikannya menanggapi tudingan sejumlah pihak yang menyebut KPK menjadi markas militansi taliban atau seakan-akan lembaga antirasuah ini hanya dikuasai pegawai yang beragama Islam saja.
"Saya bersaksi selama empat tahun di sana dan sesudah itu saya terus menjalin hubungan yang sangat lekat dengan teman-teman di KPK, itu tidak ada militansi bernafas agama tertentu itu tidak ada," ujar Busyro dalam diskusi daring, Ahad (9/5).
Menurut dia, para pegawai KPK taat dalam menjalankan agamanya masing-masing. Meskipun dengan beragam agama, para pegawai KPK menunjukkan kekompakan.
Selain itu, Busyro menyinggung soal pertama kalinya seleksi pimpinan KPK melibatkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Seleksi pimpinan KPK ini berlangsung tak lama setelah revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Dia mengatakan, seleksi pimpinan KPK itu tentu dilatarbelakangi asumsi pemerintah, termasuk panitia seleksi, bahwa KPK rawan gerakan radikal. Dalam waktu bersamaan, muncul bagan dengan gambar penyidik senior Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, dirinya, serta alumni pimpinan KPK lainnya yang dikaitkan dengan isu-isu taliban atau peristiwa masa lalu, termasuk Darul Islam Tentara Islam Indonesia (DI TII).
Tak hanya itu, rangkaian isu-isu yang menyerang KPK ini juga diikuti dengan proses pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). Busyro mengatakan, adanya tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk pegawai KPK dalam proses alih status ini janggal karena hanya diatur melalui Peraturan KPK.
"Jadi ini rangkaian yang menarik mengapa saya sebutkan ada proses-proses politik, politisasi yang tidak mengandung adab sama sekali," kata Busyro.