REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tentara Nasional Indonesia (TNI) buka suara soal keterlibatannya dalam penyusunan soal tes alih pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN). Pihak TNI menyatakan, soal-soal tes tersebut disusun oleh tim asesmen yang dipimpin oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN).
"Secara tehnis bahan pertanyaan yang sampaikan dalam tes ASN KPK tersebut bagian dari soal tes yang disusun oleh tim asesmen yang dipimpin oleh BKN RI yang dipilih KPK sebagai mitra," ungkap Kepala Pusat Penerangan TNI, Brigjen TNI Pranata Santos, saat dikonfirmasi, Jumat (7/5).
Dia menjelaskan, seluruh instansi pelaksana asesmen telah melalui proses penyamaan persepsi dengan BKN RI. Penyamaan persepsi itu dilakukan melalui rangkaian Rapat Internal Bersama Unit Terkait Guna Mempersiapkan Asesmen oleh semua instansi terkait.
"Seluruh instansi pelaksana asesmen telah melalui proses penyamaan persepsi dengan BKN RI melalui rangkaian Rapat Internal Bersama Unit Terkait Guna Mempersiapkan Asesmen. Mungkin lebih tepat jika ditanyakan langsung ke BKN RI," kata dia.
Kabar tak lulusnya puluhan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam tes alih fungsi sebagai aparatur sipil negara (ASN) menimbulkan polemik. Bagaimana sebenarnya tes tersebut berjalan? Apa yang mendominasi pertanyaan-pertanyaan dalam tes sehingga membuat puluhan pegawai yang sebelumnya telah menjalani seleksi ketat tersebut tak lolos?
Sejumlah pegawai yang ditanyai Republika menuturkan, tergolong banyak pertanyaan terkait agama, terutama bagi pegawai beragama Islam. Pertanyaan-pertanyaan itu tersebar baik dalam tes psikologi, tes esai tertulis, maupun tes wawancara.
Dalam tes psikologi, misalnya muncul pertanyaan soal keyakinan akan perintah agama yang harus dijalankan, soal apakah penista agama harus dihukum, sampai hak kaum homoseksual yang harus dipenuhi. Selain itu, ada pertanyaan soal pemisahan demokrasi dan agama, pandangan soal etnis Tionghoa, soal kepercayaan bahwa alam semesta diciptakan Tuhan, hingga pandangan soal kaitan terorisme dan jihad.
Sementara dalam esai tertulis dan wawancara, muncul pertanyaan soal HTI, FPI, DI/TII/, Habib Rizieq Shihab, sampai cara beragama yang merendahkan agama lain. Pandangan soal PKI dan LGBT juga ditanyakan dalam tes essai tertulis dan wawancara tersebut.
"Kalau tes psikologinya menjurus ke radikalisme gitu. Ntar pas wawancara ada tambahan pertanyaan soal Islam-Islam gitu. Teman aku ditanya syahadat, rukun iman, dan sebagainya," ujar salah satu pegawai pada Republika.
Menurutnya, pewawancara juga menyatakan alasan mengapa pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan. "Karena ada indikasi radikal (di KPK)," kata pegawai tersebut.
Selain pertanyaan soal agama, ada juga pertanyaan terkait pemerintahan. Para pegawai ditanyai soal apakah UU ITE membatasi kebebasan berpendapat, juga persetujuan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.
"Ada pertanyaan soal kebijakan-kebijakan Jokowi," ujar pegawai lainnya.
Menurut pegawai tersebut, tak semua mendapat pertanyaan serupa dalam wawancara. "Ada yang hanya ditanyai mau tidak jadi PNS," ujarnya.
Selain itu, menurutnya, dalam nama-nama pegawai yang tak lolos yang beredar di kalangan internal, ada juga nama pegawai non-Muslim. "Saya tidak paham soal pertanyaan bagi pegawai non-Muslim," ucap dia.