REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin tidak dapat memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal tersebut sebagaimana diungkapkan Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK bidang Penindakan, Ali Fikri.
"Informasi yang kami terima yang bersangkutan hari ini konfirmasi secara tertulis bahwa tidak bisa hadir," kata Ali Fikri di Jakarta, Jumat (7/5).
Politisi partai Golkar itu sedianya diperiksa terkait kasus suap yang melibatkan salah satu penyidik KPK, AKP Stepanus Robin Pattuju (SRP). Ali mengatakan, Azis mengaku tidak bisa memenuhi panggilan karena masih ada agenda kegiatan yang dilakukan.
"Untuk itu KPK akan kembali memanggil yang bersangkutan dan mengenai waktunya akan kami informasikan lebih lanjut," kata Ali lagi.
Selain Azis, KPK juga memanggil Ketua Lingkungan, Abdul Rahim Sirait alias Tajam dan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) Waris. Keduanya juga diperiska sebagai saksi untuk tersangka penyidik AKP Stepanus Robin Pattuju.
Meski demikian, belum diketahui apa yang akan digali KPK dari kedua saksi tersebut. Kendati, Ali mengatakan, pemeriskaan terhadap saksi dalam proses penyidikan dilakukan terhadap pihak-pihak yang diduga mengetahui rangkaian peristiwa perkara korupsi tertentu.
Sebelumnya, KPK telah meminta imigrasi melakukan pencekalan terhadap Azis Syamsudin terhitung mulai Rabu (27/4) hingga enam bukan ke depan. Larangan pencegahan ke luar negeri ini dalam rangka kepentingan percepatan pemeriksaan dan menggali bukti-bukti lain agar pada saat dilakukan pemanggilan dan pemeriksaan pihak-pihak tersebut tetap berada di Indonesia.
Seperti diketahui, KPK menetapkan mantan wali kota Tanjung Balai, M Syahrial (MS) sebagai tersangka dugaan perkara penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara. Dia ditetapkan bersama dengan penyidik KPK dari kepolisian Stepanus Robin Pattuju (SRP) dan seorang pengacara Maskur Husain (MH).
SRP diduga melakukan pemerasan kepada MS agar KPK menghentikan penyidikan terhadap tersangka wali kota Tanjung Balai tersebut. Sedangkan Azis Syamsudin disebut-sebut menjembatani pertemuan antara SRP dan MS di rumah dinas Wakil Ketua DPR RI di Jakarta Selatan pada Oktober 2020 lalu.
Selanjutnya, SRP bersama MH sepakat untuk membuat komitmen dengan MS terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjung Balai untuk tidak ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyiapkan uang Rp 1,5 Miliar.
MS lantas menyetujui permintaan SRP dan MH dengan mentransfer uang secara bertahap sebanyak 59 kali melalui rekening bank milik teman dari saudara SRP, RA. MS juga memberikan uang secara tunai sehingga total uang yang telah diterima SRP Rp 1,3 Miliar.
Setelah uang diterima, SRP kembali menegaskan kepada MS dengan jaminan kepastian bahwa penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjung Balai tidak akan ditindaklanjuti oleh KPK. Dari uang yang telah diterima oleh SRP dari MS, lalu diberikan kepada MH Rp 325 juta dan Rp 200 juta.
Untuk kepentingan penyidikan, tersangka SRP dan MH masing-masing untuk 20 hari ke depan terhitung mulai 22 April 2021 sampai dengan 11 Mei 2021. SRP di tahan pada Rutan KPK Gedung Merah Putih, MH ditahan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur sedangkan MS saat ini masih dalam pemeriksaan di Polres Tanjung Balai.
Atas perbuatan tersebut, SRP dan MH disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 UU No. 20 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan MS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 UU No. 20 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.