Kamis 06 May 2021 13:12 WIB

Tes Wawasan Kebangsaan, Cara Halus Usir Pegawai Top KPK?

Tes pegawai KPK jadi satu upaya memperlemah lembaga antirasuah.

Ketua KPK Firli Bahuri (kedua kanan) bersama Wakil Ketua Nurul Ghufron (kanan), anggota Dewan Pengawas Indriyanto Seno Adji (kedua kiri) dan Sekjen Cahya Hardianto Harefa (kiri) memberikan keterangan pers mengenai hasil penilaian Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dalam rangka pengalihan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/5/2021). Dari 1351 pegawai KPK, sebanyak 1274 peserta berhasil memenuhi syarat dan 75 peserta tidak memenuhi syarat sementara dua orang tidak mengikuti tes.
Foto:

Ketua KPK, Firli Bahuri, menilai pengalihan pegawai KPK sebagai ASN justru merupakan berkah. Dia bahkan berterima kasih kepada pemerintah karena telah diberi kesempatan lebih dulu beralih status dari pegawai independen menjadi ASN di tengah banyaknya pegawai honorer yang belum diangkat sebagai ASN.

"Meskipun dalam keadaan kita sangat paham bahwa negara kita memiliki beban yang sangat besar, banyak honorer yang belum diangkat menjadi ASN, KPK diberikan kesempatan untuk beralih menjadi ASN," kata Firli dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, (Rabu 5/5).

Peralihan status kepegawaian KPK mengikuti Undang-Undang nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Konstitusi hasil revisi itu mengharuskan seluruh pegawai KPK melepaskan status karyawan independen mereka menjadi pegawai pemerintah.

Para pegawai KPK pun kemudian mengikuti tes guna menjadi ASN. Firli mengatakan peralihan status pegawai KPK menjadi ASN telah disiapkan secara matang. Sebab, sambung dia, hal ini berdampak pada pelaksanaan perundangan.

"Karena sesungguhnya KPK adalah pelaksana undang-undang," tegasnya.

Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan, pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN. Mekanismenya harus sesuai ketentuan peralihan yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

"Dalam pengalihan tersebut tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apapun di luar desain yang telah ditentukan tersebut," demikian dikutip berkas putusan nomor 70/PUU-XVII/2019 yang diunggah laman resmi MK, Kamis (6/5).

Baca juga : Kami Bandingkan Tes di KPK dengan di Buku Soal, Ini Hasilnya

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai, para pegawai KPK selama ini telah mengabdi di KPK dan dedikasinya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi tidak diragukan. Dalam ketentuan umum Pasal 1 angka 6 UU 19/2019, telah ditentukan nomenklatur pegawai KPK adalah ASN sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai ASN.

Dalam pelaksanaan proses peralihan pegawai KPK menjadi pegawai ASN masih harus didasarkan pada ketentuan peralihan UU 19/2019. Muatannya berkenaan dengan penyesuaian pengaturan tindakan hukum atau hubungan hukum yang sudah ada berdasarkan UU lama terhadap UU baru.

Tujuan adanya ketentuan peralihan tersebut untuk menghindari terjadinya kekosongan hukum, menjamin kepastian hukum, memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang terkena dampak perubahan ketentuan undang-undang, dan mengatur hal-hal yang bersifat transisional atau bersifat sementara.

Oleh karena itu, ketentuan peralihan dalam Pasal 69B dan Pasal 69C UU 19/2019 telah menentukan desain peralihan dimaksud supaya tidak terjadi persoalan bagi mereka yang terkena dampak, apalagi sampai menimbulkan kekosongan jabatan dalam KPK. Bagi penyelidik atau penyidik KPK dan pegawai KPK yang belum berstatus sebagai pegawai ASN, dalam jangka waktu paling lama dua tahun terhitung sejak UU 19/2019 mulai berlaku, dapat diangkat sebagai ASN.

Dengan ketentuan untuk penyelidik atau penyidik KPK telah mengikuti dan lulus pendidikan di bidang penyelidikan dan penyidikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagi pegawai KPK, pengangkatan dimaksud dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peraturan perundang-undangan yang dimaksud tunduk pada UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, berikut peraturan pelaksananya. Berkenaan dengan status sebagai pegawai ASN bagi pegawai KPK sama sekali tidak menghilangkan kesempatan bagi mereka untuk berserikat dan berkumpul, sepanjang dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan dan semata-mata untuk mencapai tujuan KPK dalam desain pemberantasan korupsi.

Sebagai konsekuensi beralihnya status pegawai KPK menjadi ASN, maka pengaturan pemberhentian ASN dalam UU 5/2014 dan peraturan pelaksananya berlaku sepenuhnya bagi penyelidik atau penyidik KPK dan pegawai KPK, tanpa ada yang dikecualikan. Pasal 45A UU 19/2019 pada pokoknya mengatur mengenai syarat yang harus dipenuhi untuk pengangkatan penyidik KPK yang statusnya dalam Pasal 69B ayat (1) UU 19/2019 sebagai ASN.

"Dengan sendirinya apabila penyidik diberhentikan sebagai ASN maka diberhentikan pula dari jabatannya sebagai penyidik KPK. Pemberhentian PNS tersebut dapat karena diberhentikan dengan hormat atau diberhentikan tidak dengan hormat (vide Pasal 87 UU 5/2014)," kata Mahkamah.

Dengan demikian, jika terpenuhi penyebab diberhentikannya PNS, baik dengan hormat atau tidak dengan hormat, maka jabatan apapun yang melekat pada diri PNS tersebut ikut berhenti. Termasuk jabatan sebagai penyidik KPK.

Permohonan perkara nomor 70/PUU-XVII/2019 diajukan Anang Zubaidy dan kawan-kawan yang merupakan advokat/konsultan hukum di Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Dalil permohonan terhadap pasal yang berkaitan dengan pengalihan pegawai KPK menjadi ASN dinyatakan tidak beralasan hukum oleh MK, tetapi hakim memberikan sejumlah pertimbangan hukumnya.

photo
KPK - (republika/mgrol100)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement