Rabu 05 May 2021 16:20 WIB

Legislator: Putusan MK tak Buat Pemberantasan Korupsi Surut

Semua pihak agar menghormati putusan MK mengingat putusan itu final dan mengikat.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus Yulianto
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR, Didik Mukriyanto mengomentari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mencabut kewenangan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan. Menurutnya, adanya putusan MK tersebut tak membuat pemberantasan korupsi surut.

"Terlalu berlebihan jika ada yang mengatakan bahwa pemberantasan korupsi jalan di tempat atau berhenti karena ditolaknya uji formil UU KPK," kata Didik saat dikonfirmasi, Rabu (5/5).

Dirinya meyakini, KPK terus berkomitmen dan konsisten dalam memberantas korupsi. Bahkan, menurutnya, beberapa waktu belakangan ini, tidak sedikit pejabat negara termasuk menteri, kepala daerah ditangkap oleh KPK.

Dia mengimbau, agar semua pihak menghormati putusan MK tersebut mengingat putusan MK adalah final dan mengikat. "Mari hormati sepenuhnya apa yang menjadi keputusan MK terkait dengan JR (judicial review) UU KPK," ujarnya.

Dirinya memahami, suasana kekecewaan pemohon dan beberapa pihak atas putusan MK itu. Namun demikian, dukungan sepenuhnya perlu diberikan pada setiap upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK.

"Pemberantasan korupsi butuh kebersamaan, butuh integritas dan keseriusan, butuh dukungan banyak pihak. Putusan MK sudah final dan mengikat terhadap JR UU KPK. Justru saatnya kita perkuat kebersamaan dan dukungan kita kepada aparat penegak hukum termasuk KPK untuk terus melakukan pemberantasan korupsi yang utuh dan terukur," jelasnya.

Sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan perkara nomor 70/PUU-XVII/2019 terhadap uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Salah satunya, MK menyatakan Pasal 12B, Pasal 37B ayat 1 huruf b, dan Pasal 47 ayat 2 UU 19/2019 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

"Dalam pengujian materiil, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan, Selasa (4/5). 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement