Rabu 05 May 2021 13:09 WIB

18,9 Juta Orang yang Diprediksi Tetap akan Mudik

Belasan juta orang yang mudik bawa Indonesia dalam ancaman gelombang kedua Covid-19.

Sejumlah calon penumpang menunggu jadwal keberangkatan bus di Terminal Cicaheum, Kota Bandung, Rabu (5/5). Sehari jelang larangan mudik lebaran pada tanggal 6-17 Mei 2021, jumlah penumpang bus di Terminal Cicaheum mengalami peningkatan sebesar 40 sampai 50 persen atau 1.200 penumpang per hari dibandingkan dengan hari biasa. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Sejumlah calon penumpang menunggu jadwal keberangkatan bus di Terminal Cicaheum, Kota Bandung, Rabu (5/5). Sehari jelang larangan mudik lebaran pada tanggal 6-17 Mei 2021, jumlah penumpang bus di Terminal Cicaheum mengalami peningkatan sebesar 40 sampai 50 persen atau 1.200 penumpang per hari dibandingkan dengan hari biasa. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Idealisa Masyrafina, Antara

Mulai besok aturan larangan mudik resmi dimulai. Meski pemerintah sudah melarang mudik demi mencegah mobilisasi massa penyebab lonjakan kasus Covid-19, sebanyak tujuh persen dari masyarakat Indonesia diprediksi tetap akan pulang kampung.

Baca Juga

Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan tujuh persen dari total populasi Indonesia adalah angka yang sangat besar dari segi mobilitas penduduk. "Tujuh persen dari 270 juta sangat besar, 18,9 juta orang, tugas kita mengurangi angka ini sekecil mungkin," kata Doni, dalam diskusi FMB9 bertajuk Jaga Keluarga Tidak Mudik, Rabu (5/5).

Doni mengingatkan, pejabat maupun pemangku kepentingan di tingkat pusat, daerah, desa maupun kelurahan terus mengimbau masyarakat agar tidak mudik. Masyarakat kata Doni, harus diberi kesadaran jika mudik sangat berpotensi menimbulkan penularan virus Covid-19 dari kota ke desa-desa.

Ia khawatir hal ini bisa mengakibatkan lonjakan kasus Covid-19 di Tanah Air, di tengah tren kasus aktif Covid-19 saat ini yang mulai turun. Doni menyebut, tren peningkatan kasus ini juga selama ini terjadi usai liburan panjang. Mulai dari peningkatkan kasus akfif, penambahan jumlah pasien di rumah sakit, ICU, maupun isolasi.

 

"Jadi pilihan larangan mudik ini sangat strategis, dan kita semua harus mengikuti keputusan politik negara, kepala negara adalah Presiden Jokowi, dan tidak boleh ada satu pun pejabat pemerintah yang berbeda narasinya," ujarnya.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, survei yang dilakukan Kemenhub beberapa waktu terhadap jumlah masyarakat yang ingin mudik terus menurun. Sebelumnya, jika tidak ada larangan mudik, ada 33 persen masyarakat yang mudik.

Kemudian, saat dinyatakan ada larangan mudik masih ada 11 persen masyarakat yang ingin mudik. Namun, begitu kebijakan larangan mudik dikeluarkan, masih tersisa tujuh persen yang nekad mudik.

Baca juga : In Picture: Suasana Bandara Soekarno Hatta Jelang Larangan Mudik

"Setelah dilakukan pelarangan turun menjadi tujuh persen, itu pun cukup banyak ada 18 juta, kita kemenhub, Satgas selalu ingin sosialisasi peniadakan mudik agar tujuh persen ini turun, menjadi jumlah yang lebih dikit," ungkapnya.

Sementara itu, untuk survei daerah yang ingin dituju pemudik terbanyak masih wilayah Jawa Tengah dengan lebih 30 persen, Jawa Barat lebih dari 20 persen, setelah itu Jawa Timur, Lampung, Sumatera Selatan, dan seterusnya. "Mereka rata-rata akan menggunakan angkutan mobil dan motor, ini berarti para gubernur harus melakukan satu koordinasi sangat baik," katanya.

Survei tersebut, lanjut Budi, juga mengungkapkan bahwa ada kecenderungan pemudik untuk melakukan mudik sebelum masa pelarangan. "Kami harapkan di masa tidak ada larangan pun, saudara-saudara kita tidak melakukan mudik. Dan di masa pelarangan juga bisa melaksanakan dengan baik (dengan tidak mudik)," katanya.

Pemerintah bukan hanya mewaspadai arus mudik di dalam negeri. Pemerintah juga melakukan langkah-langkah antisipasi untuk menghadapi kepulangan pekerja migran Indonesia (PMI) ke Tanah Air di masa Lebaran dengan pengetatan perjalanan pada 6-17 Mei 2021. "Pekerja migran dari Malaysia, Singapura, dan Hong Kong yang pulang ke Indonesia ini, dibutuhkan pengetatan sesuai ketentuan," kata Budi.

Budi menjelaskan para PMI yang kembali ke Tanah Air harus tetap melakukan prosedur yang telah ditetapkan. Yaitu melakukan tes PCR, isolasi/karantina selama empat hari, kemudian kembali melakukan tes PCR, untuk bisa melakukan kegiatan atau perjalanan berikutnya.

Kemenhub, lanjut Budi, juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan pemerintah daerah khususnya di sejumlah titik perbatasan terkait pelaksanaan protokol kesehatan. "Kita akan melakukan koordinasi dengan Kemenlu, dengan para pemda di daerah seperti Kepulauan Riau, Medan, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara karena di sinilah ada pergerakan PMI. Kita akan lakukan protokol dan kita akan lakukan PCR dua kali," katanya.

Budi menambahkan pengetatan juga akan dilakukan di sejumlah titik kedatangan PMI seperti Cengkareng, Surabaya, Entikong, dan Batam. Demikian pula kawasan lainnya yang berpotensi menjadi titik pergerakan PMI.

Baca juga : Satgas Covid-19: Masih Ada 18,9 Juta yang Nekat Ingin Mudik

"Kita meningkatkan pengawasan secara intensif pada jasa layanan transportasi. Kita perlu lakukan persamaan persepsi. Tetapi harus ingat, kita harus tegas, tapi juga humanis," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement