REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mendorong lembaga atau badan publik menerapkan prinsip keterbukaan informasi publik. Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Mira Tayyiba mengatakan, sejak diundangkan tahun 2008 dan diimplementasikan pada 2010, masih banyak badan publik yang belum berstatus informatif.
Merujuk pada laporan Ketua Komisi Informasi Pusat soal Keterbukaan Informasi tahun 2020, baru 60 badan publik atau 17,4 persen yang mendapatkan kategori informatif, 34 badan publik atau 9,8 persen dengan kategori menuju informatif. "Selebihnya masih dalam kategori cukup informatif, kurang informatif dan tidak informatif dari 348 badan publik yang dipantau," kata Mira yang dikutip dalam siaran pers Peringatan Hari Keterbukaan Informasi Nasional dari Jakarta, Selasa (4/5).
Mira mengaku sengaja mengungkapkan data hasil monitoring dan evaluasi tahun lalu ini sebagai bahan evaluasi dalam momentum memperingati Hari Keterbukaan Informasi Nasional saat ini. Ia menilai keterbukaan informasi publik penting karena keterbukaan informasi publik menjadi indikator utama bagi sebuah negara demokrasi.
Selain itu juga, keterbukaan informasi publik menjadi faktor utama dalam memerangi praktik korupsi. "Keterbukaan informasi publik menjadi instrumen utama dalam pelaksanaan pemerintahan yang bersih dan transparan,” katanya.
Mira mengatakan ada empat hal yang dapat dilakukan secara bersama untuk peningkatan status badan publik menjadi informatif. Pertama, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) pada setiap badan publik perlu diperkuat.
Kedua, pimpinan badan publik pada setiap tingkatan harus memiliki persepsi yang sama akan pentingnya penciptaan budaya keterbukaan informasi. Ketiga, peningkatan praktek tata kelola data di setiap PPID dengan memanfaatkan teknologi digital untuk menciptakan tata kelola data yang handal sebagai bahan dasar pelayanan informasi.
“Keempat, peningkatan kapasitas SDM PPID dalam memanfaatkan teknologi digital,” kata Mira.
Ia menyebut, adanya kemajuan pesat teknologi digital, dapat menghadirkan keuntungan tetapi juga bisa menjadi tantangan. Di satu sisi, teknologi digital memungkinkan kita semua untuk beraktivitas dan berkarya terutama dalam masa pandemi.
Akan tetapi, di sisi lain teknologi digital yang tidak bijak pemanfaatannya akan menghasilkan berbagai permasalahan seperti hoaks dan disinformasi. Karena itu, literasi digital yang baik sudah menjadi suatu keharusan, dan bukan lagi suatu pilihan.
Ia berharap komisi informasi baik di pusat maupun daerah sebagai lembaga independen yang diberikan tugas mengawal pelaksanaan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, memiliki tanggung jawab sekaligus tantangan besar. "Kepada bapak ibu di Komisi Informasi di tingkat pusat maupun daerah untuk melakukan langkah-langkah inovasi, merancang berbagai instrumen kerja dengan memanfaatkan teknologi digital agar dapat mempercepat, membantu, membimbing dan mewujudkan setiap badan publik menjadi badan publik dengan kategori informatif,” katanya.