REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti institute for security and strategic studies (ISESS) Bambang Rukminto berharap, penangkapan eks anggota Front Pembela Islam (FPI) yang terpapar ekstremisme dan radikalisme terus dilakukan. Hal ini agar pengungkapan kasus dugaan terorisme di organisasi tersebut dapat terkuak.
"Bukan hanya pada titik penangkapan Munarman, tapi lebih besar lagi bagaimana hal itu memberikan efek deteren bagi kelompok-kelompok atau simpatisan pada tindakan ekstrimisme, dan itu sebagian ada di FPI," ujar Bambang dalam sebuah diskusi daring, Ahad (2/5).
Ia menilai, banyak aksi terorisme yang mengatasnamakan FPI. Karena itu, ia mendorong kepolisian untuk segera mengungkap dalang teror yang bersembunyi di balik nama organisasi yang bermarkas di Petamburan, Jakarta itu.
"Terorisme atau simpatisan ekstrimisme itu banyak sekali, di FPI pun tidak semuanya juga mempunyai paham ekstremisme atau terorisme," ujar Bambang.
Penangkapan anggota FPI yang terpapar radikalisme juga menimbulkan efek jera bagi mantan anggota lain yang sudah terpapar. Sebab, ia melihat sebagian anggota FPI hanya menjadi pembenci dari pemerintah.
"Jangan sampai yang semula hanya simpatisan pada gerakan sosial yang dilakukan FPI, kemudian semakin besar kebenciannya kepada pemerintah, kepada kepolisian, ini yang mengarah kepada ekstrimisme," ujar Bambang.
Perwakilan tim hukum Munarman, Aziz Yanuar, siap melakukan perlawanan atas penangkapan eks sekretaris umum Front Pembela Islam tersebut. Munarman ditangkap Densus 88 dengan tudingan terlibat tindakan terorisme.
Aziz membantah semua tuduhan terhadap Munarman. Tim kuasa hukum merasa keberatan dengan penangkapan yang dianggap bertentangan dengan asas hukum dan hak asasi manusia (HAM).
Tim kuasa hukum Munarman yang jumlahnya puluhan orang di antaranya junior dan murid Munarman. "Sekarang tim kuasa hukum bang Munarman sedang menyiapkan berkasnya," ujar Aziz yang juga pengacara Habib Rizieq Shihab.