REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Yusri Yunus menyampaikan pihaknya menemukan titik lemah prosedur karantina kesehatan untuk Warga Negara Asing (WNA) yang masuk Indonesia. Sebagai bukti, sebanyak tujuh WNA asal India meloloskan diri dari kewajiban karantina kesehatan dengan memanfaatkan titik lemah tersebut.
"Titik lemahnya ketika WNA akan naik bus dan masuk hotel tidak ada cek dan ricek oleh petugas. Mudah-mudahan nanti ada perbaikan sendiri di dalam bandara sana untuk bisa menutupi apa yang terjadi sekarang ini," ungkap Yusri di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (29/4).
Dalam perkara ini, kata Yusri, jajaran Polda Metro Jaya telah mengamankan empat WNI yang membantu WNA India lolos, yaitu Zakaria Ramdhan, Ahmad Sulaiman, Rusdian dan Mukri. Seharusnya, ketujuh WNA asal India tersebut menjalani kewajiban karantina selama 14 hari setelah tiba di Bandara Soekarno-Hatta. Namun dengan membayar sejumlah uang kepada para calo tersebut, mereka bisa melenggang bebas tanpa melewati masa karantina. "Modus yang sama tetapi melalui para joki-joki yang berbeda, tapi dengan bayaran yang hampir sama semuanya, Rata-rata Rp 6 juta sampai Rp 8 juta," tutur Yusri.
Menurut Yusri, empat WNI yang sudah ditetapkan jadi tersangka tersebut memiliki akses bebas keluar masuk bandara Soekarno-Hatta. Dengan akses tersebut, mereka mengatur proses warga India dan WNI yang datang dari India agar bebas dari karantina. Padahal WNA maupun WNI yang datang dari luar negeri diperiksa dalam tiga tahap.
Pada tahap pertama, penumpang yang telah turun dari pesawat menjalani pemeriksaan kesehatan, PCR/Swab dan pengisian E HAC, pemeriksaan Imigrasi, Bea Cukai dan Satgas Covid-19. Kemudian proses naik bus menuju karantina di hotel dan tahap ketiga proses di dalam tempat karantina. "Di sini lemahnya pengawasan ditemukan di tahap 2 dan 3," tutur Yusri.