REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim kajian Papua LIPI Cahyo Pamungkas mengkritisi pelabelan terhadap Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dan organisasi yang berafiliasi di Papua sebagai daftar terduga teroris dan organisasi teroris (DTTOT). Ia menduga dampak pelabelan ini akan menambah korban berjatuhan di Bumi Cendrawasih.
Cahyo meminta pemerintah mempertimbangkan lagi keputusan penetapan label teroris itu. Menurutnya, warga di Papua akan menerima dampak dari keputusan pemerintah tersebut.
"Pemerintah harus pikirkan konsekuensinya, dampak negatifnya. Bagaimana kalau pelabelan ini berpotensi menambah kekerasan dan jatuhnya korban sipil," kata Cahyo kepada Republika, Kamis (29/4).
Cahyo menilai, cap teroris akan memperluas cakupan operasi penegakkan hukum di Papua. Aparat penegak hukum, lanjut Cahyo kini bisa menyasar kelompok bersenjata maupun kelompok warga sipil yang tidak bersenjata dengan asumsi keterlibatan terorisme.
"Korban sipil akan banyak berjatuhan baik warga asli Papua atau non-papua, ini yang harus diperhatikan," ujar Cahyo.
Cahyo mendesak pemerintah bertanggung jawab atas dampak dari pelabelan teroris tersebut. Salah satu caranya memperketat keamanan bagi warga sipil di Papua yang berpotensi menjadi korban kekerasan berikutnya.
"Perlu ada upaya mitigasi perlindungan terhadap rakyat sipil. Pemerintah harus punya mekanisme di lapangan untuk lindungi sipil agar jangan sampai jadi korban pelabelan itu," ucap Cahyo.
Diketahui, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD telah meminta kepada semua aparat keamanan terkait untuk melakukan tindakan secara cepat, tegas, dan terukur terhadap organisasi-organisasi yang kini dilabeli teroris di Papua.
"Pemerintah menganggap bahwa organisasi dan orang-orang di Papua yang melakukan kekerasan masif dikategorikan sebagai teroris," ujar Mahfud MD dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (29/4).
Mahfud menjelaskan, keputusan tersebut diambil setelah mendengar pernyataan dari Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Badan Intelijen Negara (BIN), pimpinan Polri-TNI dan tokoh-tokoh Papua.
Mahfud mengklaim banyak tokoh masyarakat, tokoh adat Papua, serta pimpinan resmi Papua yang datang ke kantornya untuk memberi dukungan.