REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang persiapan pembukaan sekolah tatap muka dan menyongsong Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei mendatang, pemerintah semakin intensif melakukan sosialisasi pemicuan cuci tangan pakai sabun (CTPS). CTPS ini dilakukan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat, terutama di masa pandemik Covid-19.
Direktur Eksekutif Yayasan Plan International Indonesia, Dini Widiastuti mengatakan, sosisalisasi pemicuan CTPS sangat penting untuk persiapan sekolah tatap muka.
"Perlu persiapan dan sosialiasi agar anak-anak paham mencuci tangan yang baik dan benar, guru-guru, Ibu dan Bapak juga di rumah. Plan Indonesia senang bisa berkolaborasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kemeterian Agama, dan Kementerian Kesehatan untuk terus mensosialisasikan CTPS dan buku panduan ini," kata Dini dalam webinar dengan tema "Sosialisasi Panduan Pemicuan CTPS di Sekolah dan Madrasah", Kamis (29/4).
Menurut Dini, dalam kaitan sosialisasi tahun pemicuan CTPS, menjadi tantangan atau pekerjaan rumah (PR) bagaimana panduan pemicuan CTPS disebarluaskan. Sehingga saat sekolah dibuka kembali, sekolah sudah memmiliki akses dan panduan pemicuan CTPS.
Direktur Kesehatan Lingkungan, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Vensya Sitohang mengatakan, dari sisi kesehatan ada alasan mengapa CTPS dilakukan.
"Kalau cuci tangan pakai air saja hanya dapat membunuh kuman 10 persen. CTPS kuman yang mati 80 persen. Semakin banyak kuman mati maka risiko kuman atau bakteri bahaya masuk tubuh semakin kecil. Kita terhidnar dari kuman penyakit," kata Vensya.
Ia menambahkan, CTPS merupakan cara paling efektif untuk menghilangkan sisa kotoran minyak atau lemak yang tertinggal ditangan. Dengan demikian tangan terlindung dari bakteri maupun kuman penyakit. Sementara untuk hand sanitizer, dapat digunakan sebagai alternatif membersihkan tangan dengan syarat harus mengandung alkohol kadar minimal 60 persen.
Berdasarkan data WHO, pola hidup bersih seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah beraktivitas pakai sabun dapat mengurangi kematian anak usia di bawah 5 tahun di bawah 50 persen.
"Untuk kesiapan anak didik sekolah tatap muka, kami gerilya untuk menyuarakan CTPS. Sosialisasi dilakukan dalam setiap acara dan waktu. Termasuk menyisipkan dalam sambutan Menteri Pendidikan saat membuka sekolah, suara CTPS dari Menteri Kesehatan dalam isu yang perlu diperhatikan dalam sekolah tatap muka," ujar Vensya.
Ia mengatakan, kebijakan sekolah tatap muka berdasarkan Surat keputusan bersama (SKB) 4 menteri, yaitu Kemendikbud, Kemenag, Kemenkes, dan Kemendagri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di masa pandemik COVID-19. SKB tersebut sudah mengatur bagaimana memonitor dan siapa yang bertanggungjawab.
"Sehingga tatap muka tidak menjadi klaster baru atau penularan penyakit. Itu yang diharapkan, apa yang dilakukan menjadi kerja sama semua," tuturnya.
Direktur Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal PAUD, Dikdas, dan Dikmen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sri Wahyuningsih menambahkan, kebijakan tatap muka dilakukan setelah pendidikan dan tenaga kependidikan divaksinasi COVID-19 secara lengkap, pemerintah daerah mewajibkan satuan pendidikan untuk menyediakan layanan tatap muka terbatas dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
"Kesiapan belajar satuan pendidikan kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat merupakan prioritas utama dalam menetapkan kebijakan pembelajaran," ujar Sri.
Terkait hal itu, kata Sri, yang perlu diperhatikan adalah ketersediaan sarana air, sanitasi, kebersihan di sekolah, serta memastikan lingkungan sekolah yang aman, bersih dan sehat khususnya dalam pelaksanaan sekolah tatap muka di masa pandemi.
"Dalam kebijakan bersama empat Menteri mengandung daftar periksa harus dipenuhi sekolah, yaitu hanya diperbolehkan untuk satuan pendidikan yang telah memenuhi daftar periksa," kata dia.
Kriteria pemenuhan daftar periksa adalah ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan (toilet bersih dan layak, sarana cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau hand sanitizer, dan disinfektan); mampu mengakses fasilitas pelayanan kesehatan; kesiapan menerapkan wajib masker; memiliki thermogun; memiliki pemetaan warga satuan pendidikan (terdapat komorbid tidak terkontrol, tidak memiliki akses transportasi yang aman, memiliki riwayat perjalanan dari daerah dengan tingkat risiko Covid-19 yang tinggi atau riwayat kontak dengan orang terkonfirmasi positif Covid-19 dan belum menyelesaikan isolasi mandiri), dan mendapatkan persetujuan komite sekolah/perwakilan orang tua/wali.
Sementara untuk prinsip dasar sarana CTPS, meliputi ketersediaan desain dengan opsi sarana yang mudah dipelihara, ukuran dan jumlah sarana disesuaikan dengan tinggi badan anak dan jumlah total pengguna sarana CTPS, penyediaan sarana air bersih, dan pemeliharaan dan lokasi sarana CTPS.
"Esensi pemicuan CTPS, perubahan prilaku. Praktik CPTS poin penting adalah mengubah perilaku, di masa depan kita hidup normal baru," kata Sri.
Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Umar mengatakan, penerapan cuci tangan pakai sabun sudah diterapkan di seluruh madrasah.
“CTPS bagi madrasah adalah suatu yang bernilai ibadah. Pelajaran agama awal di madrasah adalah bab tentang bersuci dalam Islam, suci bukan sekadar bersih tapi di atas bersih. Di semua madrasah telah disiapkan jeriken berisi air dan di sampingnya ada sabun,” kata Umar.
Water for Women Project Manager, Yayasan Plan International Indonesia, Silvia Anastasia Landa menyebut, panduan pemicuan CTPS melengkapi regulasi dan sarana yang sudah ada.
"Panduan ini fokus ke perubahan perilaku, metode pemicuan meningkatkan permintaan anak di sekolah bahwa CTPS penting sehingga mereka tergerak untuk melakukan CTPS. Diharapkan perubahan perilaku ini menetap dan berkelanjutan," katanya.