REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah daerah diminta menerbitkan aturan turunan berkaitan dengan larangan mudik Lebaran 2021. Aturan turunan ini perlu dibuat sebagai alat kontrol pemda dalam mengawasi arus keluar-masuk penduduk di wilayahnya, terutama selama periode larangan mudik. Apalagi, ada delapan wilayah aglomerasi di Indonesia yang masih diberi 'kebebasan' mobilitas selama periode peniadaan mudik.
"Terkait dengan kebijakan peniadaan mudik secara nasional harus mengacu pada SE Satgas 13 2021, beserta addendumnya yakni seluruh mobilitas mudik dilarang selama periode 6-17 Mei 2021. Saya mengimbau seluruh pemda agar dapat menindaklanjuti dengan instrumen hukum yang selaras dan tidak bertentangan demi sukseskan program nasional," ujar Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam keterangan pers, Kamis (22/4).
Seperti diberitakan, pemerintah memperluas aturan peniadaan mudik Lebaran 2021. Jika sebelumnya pemerintah hanya melarang perjalanan jarak jauh pada 6-17 Mei 2021, maka dalam aturan terbaru ini ditambah pengetatan syarat perjalanan sejak H-14 dan H+7 periode peniadaan mudik, yakni 22 April-5 Mei dan 18-24 Mei 2021.
Hanya saja berdasarkan peraturan Kementerian Perhubungan, masih ada delapan wilayah aglomerasi yang warganya boleh melakukan mobilitas. Kendati begitu, warga yang bepergian di wilayah tersebut wajib menjalankan protokol kesehatan. Transportasi di dalam wilayah aglomerasi juga hanya boleh menggunakan mobil, motor, bus, dan kereta api.
Delapan wilayah aglomerasi yang dimaksud, antara lain: wilayah Mebidangro (Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo), Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Bandung Raya, Semarang Raya (Semarang, Kendal, Demak, Ungaran, dan Purwodadi, Jogja Raya, Solo Raya, Gerbangkertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan), dan wilayah aglomerasi di Sulawesi Selatan meliputi Makassar, Sungguminasa, Takalar, serta Maros.