Rabu 21 Apr 2021 13:21 WIB

Bulog, Nasib Petani, dan Ketahanan Pangan

Ekonomi politik perberasan itu sekaligus akan ‘membunuh’ para petani.

Petani Indonesia memanen beras di sawah pada hari panen di Deli Serdang, Sumatera Utara, Indonesia, 24 Maret 2021.
Foto:

Bukan Ide Bulog

Perum Bulog adalah lembaga pangan di Indonesia yang mengurusi tata niaga beras. Bulog dibentuk pada 10 Mei 1967 berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Nomor 114/Kep/1967. Sejak tahun 2003, status Bulog menjadi BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Tugasnya, sesuai dengan Keppres No.103 Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi LPND (Lembaga Pemerintah Non Departemen), Pasal 40: melaksanakan tugas pemerintahan di bidang manajemen logistik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, Bulog menyelenggarakan empat fungsi. Fungsi pertama jelas sekali; pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang manajemen logistik, pengadaan, pengelolaan persediaan, dan distribusi beras, serta pengendalian harga beras.

Dari tugas dan fungsi utamanya jelas, Bulog memiliki kewenangan dalam pengelolaan dan distribusi beras di Indonesia. Namun menjadi aneh ketika Kementerian Koordinator bidang Perekonomian dan Kementerian Perdagangan, justru bertolak belakang dengan Bulog yang menolak impor beras. Bulog menolak impor beras, menjadi satu suara dengan data dari Kementerian Pertanian dan BPS.

photo
Pekerja mengangkut beras di gudang BULOG Subdivre Serang, di Serang, Banten, Jumat (20/11/2020). - (ANTARA/Asep Fathulrahman)

Artinya apa? Inilah potret buruknya komunikasi dan sinergitas di antara kementerian dan lembaga pemerintah non kementerian. Padahal soal penolakan impor dengan detail telah diuraikan Kementerian Pertanian. Sekertaris Jenderal Kementerian Pertanian, Momon Rusmono mengemukakan, sampai dengan Mei 2021 ketersediaan pangan pokok seperti beras, jagung, kedelai, bawang merah, cabai, daging, dan gula dalam keadaan aman dan terkendali.

"Apalagi beras saat ini dalam kondisi aman, dimana petani sudah memasuki masa panen raya. Neraca beras sampai akhir Mei 2021 diperkirakan surplus 12,56 juta ton beras," jelas Momon. Ia berharap, ke depannya Kementerian dan Lembaga dalam urusan pangan dapat lebih bersinergi demi merumuskan hal-hal startegis baik menyangkit ketersediaan pangan mapun terbentuknya badan pangan dan hal lainnya.

Jadi, jika Buwas berang, bisa dipahami. Sehingga dia dengan terbuka mengatakan, rencana impor beras bukan ide Bulog. Mengusulkan impor beras sama saja dengan menghancurkan keuangan Bulog. Sekaligus membunuh alias membubarkan Bulog sebagai perusahaan umum di bawah BUMN.

Janji Presiden

Bulog memang menghadapi dilema. Antara  terus melakukan penyerapan gabah maupun beras di satu sisi. Kemudian di sisi lain, kekhawatiran beras tidak dapat disalurkan atau dijual.

Kondisi dilematis ini, tentu saja berpotensi merugikan dan menurunkan kualitas pelayanan. Apalagi masih ada sisa residu dari kebijakan lama yang hingga kini menjadi pekerjaan rumah bagi instansi tersebut. Yakni kebijakan pemerintah yang mengubah program raskin/rastra (beras untuk rakyat miskin atau beras sejahtera) menjadi bantuan pangan nontunai (BPNT).

Keputusan tersebut menihilkan peran Bulog, karena tidak dilibatkan di dalam menentukan kebijakan tersebut. Bulog antara ada dan tiada. Akibatnya, Bulog menghadapi kesulitan menyalurkan cadangan beras pemerintah (CBP) yang ada di gudang-gudang perusahaan umum itu.

Tentu saja akibat program hilir Kementerian Sosial yang sudah meniadakan raskin/rastra tersebut. Pada 2018, Bulog harus menyuplai kegiatan bansos rastra sebesar 2,6 juta ton. “Saat ini Bulog kehilangan program hilir untuk menyalurkan CBP," kata Buwas dengan nada kesal  dalam diskusi tersebut.

photo
Presiden Jokowi mengunjungi gudang beras bulog. - (Republika/Prayogi)

Satu hari setelah Buwas berang, Presiden Jokowi angkat bicara terkait polemik rencana impor beras satu juta ton yang akan dilakukan Kementerian Perdagangan. Presiden memastikan hingga Juni 2021 tidak akan ada impor beras.

"Saya pastikan bahwa sampai bulan Juni 2021 tidak ada beras impor yang masuk ke negara kita, Indonesia. Kita tahu sudah hampir tiga tahun ini kita tidak mengimpor beras," kata Jokowi dalam pernyataanya yang disiarkan Youtube Sekretariat Presiden, Jumat, (26/3/2021).

Kendati demikian, Presiden mengakui memang ada nota kesepahaman dengan Thailand dan Vietnam dalam rencana impor beras tersebut. Namun dengan catatan, hanya untuk berjaga-jaga dalam menghadapi situasi Pandemi Covid-19 yang penuh dengan ketidakpastian.

Jokowi berjanji rencana itu tidak akan menggangu penyerapan beras petani lokal oleh Bulog. Bahkan akan memerintahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk membantu Bulog dalam proses penyerapan beras petani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement