REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Antara
Penyidikan kasus PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) menemukan adanya penggunaan dana Asabri untuk transaksi mata uang kripto. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus di Kejaksaan Agung (Jampidsus-Kejagung) Febrie Adriansyah mengungkapkan, tiga tersangka menurut penyidikan, menggunakan transaksi Bitcoin untuk pencucian uang (TPPU) dari hasil pembobolan dana Asabri.
“Dari tiga (tersangka) TPPU ini, lagi pengembangan, ke mana kira-kira (aliran uangnya) yang dicari penyidik termasuk salah-satunya kita curigai, ini ada transaksi-transaksi yang dicuci melalui bitcoin,” terang dia saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, Jakarta, Senin (19/4).
Tiga tersangka yang dimaksud Febrie adalah Benny Tjokorosaputro, dan Heru Hidayat, serta Jimmy Sutopo. Namun, terkait aliran dana Asabri untuk bertransaksi Bitcoin tersebut, Febrie mengatakan, tim penyidikannya masih menghitung besaran nilai transaksinya. Kata dia, pembelian Bitcoin tersebut, melibatkan beberapa perusahaan sekuritas yang pernah diperiksa pekan lalu.
“Nilainya masih kita perdalam. Yang jelas, ada beberapa transaksi melalui itu. Tetapi kepastian nilainya, kita belum dapat real (pastinya),” ujar Febrie menambahkan.
Benny, Heru, dan Jimmy, tiga pengusaha swasta yang ditetapkan tersangka bersama enam nama lain. Benny, dan Heru adalah bos di PT Hanson Internasional (MYRX), dan Trada Alam Minera (TRAM) yang juga merupakan dua terpidana kasus serupa di PT Asuransi Jiwasraya. Sedangkan Jimmy, adalah bos di PT Jakarta Emiten Investor Relationship. Enam tersangka lainnya dalam kasus ini, yakni Lukman Purnomosidi, Sonny Widjaja, Adam Rachmat Damiri, Hari Setiono, Bachtiar Effendi, dan Ilham W Siregar.
Sembilan tersangka ini, Febrie menerangkan, masih sementara. Sebab kata dia, dalam pengungkapan kasus Asabri, melibatkan sejumlah swasta yang juga perlu dimintakan pertanggungjawaban. Akan tetapi, Febrie mengatakan, fokus penyidikan saat ini, masih pada sembilan tersangka perorangan.
“Penyidikan Asabri ini, masih terus bergulir. Jadi ada kemungkinan-kemungkinan untuk menetapkan tersangka tambahan,” ujar dia.
Dalam kasus Asabri, penyidikan di Jampidsus meyakini kerugian negara mencapai Rp 23,7 triliun. Akan tetapi, nilai tersebut belum dapat menjadi acuan pendakwaan.
Sebab sampai saat ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sebagai otoritas resmi penghitungan kerugian negara, belum melaporkan hasil auditnya. Sedangkan penyidikan sampai saat ini, baru menyita aset-aset milik para tersangka yang baru terhitung Rp 10,5 triliun.
Pada Jumat (16/4), peyidik Jampidsus memeriksa Direktur PT. Indodax Nasional Indonesia untuk menelusuri dugaan aliran dana korupsi PT Asabri mengalir ke perusahaan jual beli Bitcoin tersebut. Pejabat PT Indodax yang diperiksa berinisial OAD.
"Karena diperiksa sebagai saksi, pasti adalah, pasti ada tersangka yang dicurigai memakai fasilitas itu," kata Febrie, Jumat pekan lalu.
Febrie menyebutkan, pemeriksaan terhadap OAD untuk mendalami apakah tersangka Asabri menyimpan atau menyimpan dana di Bitcoin tersebut. "Apakah ini dalam kepentingan menyimpan atau menyembunyikan, nah ini sedang diperdalam," ujar Febrie.
Menunggu BPK
Hingga kini Kejagung masih menunggu laporan resmi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait angka pasti kerugian negara terkait penyimpangan investasi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri). Jampidsus Ali Mukartono mengatakan, tim penyidikannya membutuhkan angka pasti kerugian negara sebagai basis pendakwaan terhadap sembilan tersangka yang akan disorongkan ke pengadilan.
Ali mengaku sudah mendengar kabar dari BPK terkait tuntasnya penghitungan negara dalam kasus tersebut. Akan tetapi, kata Ali, timnya belum menerima laporan resminya dari badan auditor negara itu.
“Katanya, kalau saya lihat (baca) berita, sudah selesai penghitungannya di BPK. Tetapi, aku belum terima. Bagaimana?,” ujar Ali, Jumat (16/4).
Dalam kasus dugaan korupsi dan pencucian uang (TPPU) Asabri, tim penyidikan di Jampidsus mengestimasi kerugian negara mencapai Rp 23,7 triliun. Akan tetapi, angka tersebut tak bisa menjadi acuan penyidik dalam pendakwaan.
Sebab mengacu aturan hukum perkara-perkara korupsi, angka kerugian negara, harus berdasarkan dari hasil penghitungan di BPK yang diajukan sebagai bukti di persidangan. Awal Maret lalu, Ketua BPK Agung Firman Sampurna kepada wartawan menyampaikan, tim auditornya sudah merampungkan penghitungan kerugian negara terkait kasus Asabri.
“Sudah rampung. Tinggal diumumkan saja. Sudah selesai, ya,” ujar Agung Firman, di PN Tipikor, Jakarta, Rabu (1/3).