REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes meragukan partai politik di Tanah Air, karena belum bisa mengakomodasi secara penuh partisipasi publik. Terutama dalam hal pembuatan siklus kebijakan atau policy cycle.
"Saya tidak begitu yakin bahwa partisipasi publik itu benar-benar diakomodasi partai politik," katanya di Jakarta, Rabu (15/4).
Keraguan tersebut mulai dari perencanaan dan perumusan kebijakan, konsultasi publik hingga proses pengundangan sebuah peraturan daerah. Sebagai contoh, lanjut dia, dalam lima tahun terakhir peraturan daerah bisa melalui inisiatif eksekutif maupun legislatif.
Dalam perumusannya, baik pemerintah maupun wakil rakyat membahas secara bersama. Namun, berdasarkan beberapa temuan CSIS, pembuatan peraturan daerah hanya sebatas proses politik saja di DPRD.
Artinya, hanya diputuskan secara bersama antara legislatif dan eksekutif dan jarang sekali partisipasi publik dilibatkan penuh. "Mungkin hanya sebatas formalitas saja," ucapnya.
Kendati demikian, ia tidak menampik peraturan atau kebijakan yang betul-betul lahir dari bawah juga ada di beberapa tempat. Sebagai contoh Undang-Undang Desa. Namun, kebanyakan hasil peraturan atau kebijakan di daerah lahir dari hasil kesepakatan antara eksekutif dan legislatif saja.