REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mekanisme penunjukan langsung vendor pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan kewenangan penuh dari pejabat pembuat komitmen (PPK). Dalam keadaan darurat, PPK dapat menunjuk langsung vendor atau orang untuk mengadakan barang dengan tujuan agar barang tersebut bisa diperoleh dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Hal itu disampaikan ahli hukum dalam bidang pengadaan barang dan jasa dari Universitas Trisakti Anna Maria Tri Anggraini saat dihadirkan sebagai ahli dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek dengan terdakwa konsultan hukum Harry Sidabuke dan Direktur PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja di Pengadilan Tipikor Jakarta.
“PPK dalam hal ini mempunyai kewenangan penuh untuk menentukan seseorang menjadi vendor (pengadaan barang dan jasa),” ujar Anna.
Dalam kasus korupsi Bansos Covid-19 di Kemensos, PPK pengadaan barang/jasa bansos sembako dalam rangka penanganan Covid-19 di Kemensos Tahun 2020 dijabat oleh Matheus Joko Santoso yang juga merupakan tersangka dan sudah menjadi terdakwa perkara ini. Joko diketahui mempunyai kewenangan penuh menentukan vendor pengadaan barang untuk kebutuhan bansos paket sembako.
Anna mengatakan, dalam keadaan darurat seperti pandemi Covid-19 saat ini, PPK bisa menggunakan diskresi atau kewenangannya untuk menunjukkan secara langsung vendor pengadaan barang terutama barang kebutuhan masyarakat. Tujuannya, agar barang-barang seperti sembako bisa disediakan dalam waktu yang cepat sehingga kebutuhan masyarakat terpenuhi di tengah pandemi Covid-19.
“Dalam keadaan darurat, PPK akan mengusahakan segala cara untuk memilih atau menentukan seorang vendor yang mempunyai kemampuan sehingga tujuan pengadaan barang dalam bentuk sembako dapat terlaksana agar kebutuhan pangan masyarakat terpenuhi,” ucap dia.
Meskipun demikian, kata Anna, PPK dalam melakukan penunjukkan langsung pengadaan barang tetap memperhatikan 3 aspek dari vendor, yakni kemampuan dasar (permodalan), pengalaman (apakah pernah atau sedang mengerjaan pengadaan barang sejenis di kementerian atau lembaga lain dan memenuhi kualifikasi, yakni kualifikasi administrasi, kualifikasi teknik dan kualifikasi harga.
“Ukuran yang dipakai PPK secara umum adalah kemampuan dasar. Ini terkait dengan aspek permodalan dan kedua biasanya dicarikan bahwa dia sudah berpengalaman untuk pengadaan barang sejenis,” ungkap dia.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara, Dion Pongkor menyoroti peran PPK Matheus Joko dalam pengadaan barang bansos sembako untuk penanganan Covid-19. Dion menduga, Matheus Joko berbohong soal pungutan fee untuk bantuan sosial (bansos) Covid-19.
Pasalnya, keterangan Matheus Joko dan keterangan sejumlah saksi dalam kasus dugaan korupsi Bansos tersebut berbeda soal besaran pungutan fee bansos. Selain itu, Dion juga menduga, bahwa Matheus Joko yang bermain untuk menentukan pungutan fee dari setiap paket bansos untuk kepentingan pribadinya, tanpa sepengetahuan Juliari yang waktu itu adalah atasannya.
Matheus Joko, kata Dion, patut diduga menipu para vendor soal pungutan fee setiap paket bansos dengan menyebutkan bahwa pungutan fee tersebut merupakan arahan dari Juliari. "MJS ini memungut fee bansos itu sebenarnya adalah permainan dia sendiri, tetapi karena sekarang sedang masalah hukum, tinggal dia melemparkan ke atas," katanya.
Apalagi, ucap dia, ada keterangan saksi lain dalam kasus bansos ini yang menyatakan kalau vendor tidak memenuhi (pungutan fee yang diminta MJS), MJS tidak akan mengeluarkan pembayaran. "Kewenangan pembayaran itu kan, ada sama PPK (pejabat pembuat komitmen)," ujar Dion.