REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam Laskar FPI Marwan Batubara mengatakan, pihaknya akan tetap meminta DPR menyoal hak angket. Hal itu tetap dilakukan pihaknya mengingat hak angket bisa digunakan sesuai UU yang ada supaya Komnas HAM bisa menyelidiki kasus pembunuhan tersebut.
Marwan menampik, jika yang dilakukan Komnas HAM sebelumnya adalah penyelidikan sesuai aturan. "Meskipun mereka kasih judul bukunya hasil laporan penyelidikan. Padahal itu bukan penyelidikan,’’ ujar dia kepada Republika Rabu (7/4).
Pihaknya juga mengaku pesimis menyoal pemantauan yang dilakukan Komnas HAM. Sebab, sesuai aturan, perlu izin terlebih dulu dari pengadilan untuk melakukannya.
"Dua hal besar ini juga tercantum di UU yang kita jadikan landasan dalam membatalkan laporan, yang diakui oleh Komnas HAM sebagai penyelidikan," tambah dia. Dua dasar hukum yang digunakan, lanjutnya, adalah UU HAM No.39 Tahun 1999 dan Pengadilan HAM No.26 Tahun 2000.
Ketika ditanya kelanjutan hak angket saat sudah ada tersangka unlawful killing, dia tak menampiknya. Namun, dirinya menekankan, agar Pemerintah termasuk DPR dan Polri bisa membuktikan kesalahan pihaknya dalam permintaan hak angket, jika memang ada.
"Kalau mereka mau menolak permintaan kita dan konsisten menjalankan rekomendasi Komnas HAM, ya tunjukkan kalau kita salah mau minta hak angket," ungkap dia.
Sebelumnya, Bareskrim Polri menetapkan dua orang anggota Kepolisian Daerah Metro Jaya yang diduga terlibat kasus pembunuhan enam laskar FPI. Dalam kasus ini, awalnya ada tiga tersangka, namun satu lainnya telah meninggal karena kecelakaan Januari lalu dan penyidikannya dihentikan.