Sabtu 03 Apr 2021 16:55 WIB

BIN: ZA Tertutup tetapi Banyak Bicara di Medsos

Milenial seperti ZA merupakan target utama perekrutan teroris.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Indira Rezkisari
Suasana rumah wanita yang tewas ditembak di Mabes Polri di Gang Taqwa, Ciracas, Jakarta Timur, Rabu (31/3). Jenazah wanita yang diduga terkait insiden penembakan di Mabes Polri dengan inisial ZA tersebut kini sudah berada di Rumah Sakit Polri Kramat Jati sekitar pukul 19.10 WIB.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Suasana rumah wanita yang tewas ditembak di Mabes Polri di Gang Taqwa, Ciracas, Jakarta Timur, Rabu (31/3). Jenazah wanita yang diduga terkait insiden penembakan di Mabes Polri dengan inisial ZA tersebut kini sudah berada di Rumah Sakit Polri Kramat Jati sekitar pukul 19.10 WIB.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN), Wawan Hari Purwanto, mengatakan, pelaku penyerangan di Mabes Polri, ZA (25), cenderung tertutup pergerakannya. Tetapi dia aktif di media sosial. Menurut Wawan, pemikiran ZA untuk melakukan aksi terornya terdorong oleh unggahan di akun-akun media sosial.

"Dan saya setelah melihat pergerakan dia yang lebih cenderung tertutup dan banyak bicara di media sosial, artinya dia ter-drive oleh apa yang di tulis di dalam akun-akun itu," ujar Wawan dalam diskusi interaktif bertajuk Bersatu Melawan Teror, Sabtu (3/4).

Baca Juga

Ia menuturkan, hal itu terbukti dengan wasiatnya yang juga mirip dengan teman-temannya yang lain. Menurut Wawan, mereka saling mengisi satu sama lain dan menjadi tempat bertanya.

Ia menilai, gaya agitasi atau hasutan yang mengarah ke SARA (suku, agama, ras, antargolongan) seperti thagut dan riba merupakan pola yang kerap digunakan. Sebab, memang paling bahaya adalah doktrin yang berbau SARA dan berbasis keyakinan.

Wawan mengatakan, hal itu paling rentan disentuh dan bisa menggerakkan orang lain untuk bersedia mati. "Inilah yang dilakukan oleh adinda muda (ZA)," kata dia.

Ia menambahkan, kalangan milenial menjadi target utama perekrutan jaringan teroris. Selain karena masih labil, mereka cenderung kurang kritis dan menelan mentah-mentah informasi yang didapatkannya.

Tak hanya milenial, ia mengimbau masyakarat selalu mengecek kebenaran informasi yang disampaikan orang lain. Mereka dapat bertanya kepada orang yang lebih berpengalaman seperti ulama, guru, dan orang tua, agar informasi yang diterima lebih komprehensif.

"Apakah sebab-sebab turunnya ayat itu cocok, karena mereka kerap ayat-ayat di medan perang dimasukkan ke medan damai, seperti yang kiai tadi sampaikan, tekstual," tutur Wawan.

Ia mendorong para orang tua mengawasi bacaan-bacaan anaknya. Orang tua atau orang terdekat lebih bisa memahami perubahan perilaku anak, yang biasa periang menjadi pemurung, yang biasa tidak pergi ke mana-mana jadi pergi ke mana-mana, lalu pulang minta uang.

Menurut Wawan, lone wolf atau teroris yang bergerak sendiri, dapat dicegah oleh orang tuanya dengan mengawasi perubahan perilaku. Termasuk juga mengawasi aktivitas anak di media sosial.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement