Jumat 02 Apr 2021 17:04 WIB

Perempuan Jadi Target Perekrutan Kelompok Teroris?

Keterlibatan perempuan sebagai pelaku teror menunjukkan dinamika yang mengkhawatirkan

Rep: Andrian Saputra/ Red: Agus Yulianto
Perempuan berhijab dan cadar atau niqab dari Komunitas Muslimah Soloraya menggelar aksi Gerakan Akhwat Bercadar Menolak Terorisme di Solo, Jawa Tengah. (Ilustrasi)
Foto:

Namun demikian, dia menjelaskan, terdapat kondisi spesifik yang kondusif bagi tumbuhnya radikalisasi teroris pada perempuan. Kondisi spesifik tersebut yaitu ketidak setaraan dan diskriminasi berbasis gender, kekerasan terhadap perempuan, kurangnya kesempatan pendidikan dan ekonomi, dan kurangnya kesempatan bagi perempuan untuk menggunakan hak-hak sipil dan politik mereka dan terlibat dalam proses politik dengan cara yang sah dan tanpa kekerasan. Selain itu Pelanggaran HAM. 

Menurut Siti, pelanggaran-pelanggaran ini sering digunakan oleh kelompok-kelompok teroris untuk membentuk wacana viktimisasi, membenarkan tindakan mereka dan merekrut anggota baru, termasuk perempuan. Dengan demikian kata Siti keterlibatan perempuan dalam terorisme tidak bisa dilepaskan dari relasi dan hirarki gender yang timpang, doktrin kepatuhan keagamaan, dan ketidakadilan yang dialami oleh perempuan maupun kelompoknya. 

Kata dia, kelompok perempuan rentan terpapar ekstremisme kekerasan selain karena faktor-faktor di atas, juga karena organisasi teroris menjadikan perempuan sebagai target propagandanya dengan menggunakan dan memanipulasi streotipe peran jender. Perekrutan perempuan menjadi pelaku bom atau serangan kekerasan adalah taktik agar tidak mudah dicurigai untuk alasan keamanan. 

"Hal lain adalah memanfaatkan peran perempuan sebagai ibu yang strategis untuk mentransmisikan ideologi radikal dan mempersiapkan anak-anak melakukan tindakan kekerasan," katanya. 

 

Sebab itu, kata Siti, di antara beberapa upaya untuk membentengi kaum perempuan Indonesia dari paham-paham kelompok teroris adalah dengan meyakini bahwa perempuan setara dengan laki-laki termasuk dalam pengambilan keputusan. Melakukan berbagai perjumpaan dengan kelompok-kelompok yang berbeda untuk membangun toleransi, meningkatkan pendidikan formal, mempelajari agama secara utuh dengan guru, ustadz, kiai yang memiliki pandangan atau tafsir keagamaan yang moderat dan ramah perempuan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement