Kamis 01 Apr 2021 10:31 WIB

Ini Kata Ferpukpi Soal Badan Karantina Nasional

Pemerintah agar tidak tergesa-gesa di masa peralihan

Ketua Umum FERPUKPI, Kris Budiharjo.
Foto: istimewa/doc panitia
Ketua Umum FERPUKPI, Kris Budiharjo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -– Pemerintah disarankan agar tidak tergesa-gesa dalam masa peralihan pelaksanaan pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan dari Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) ke Direktorat lain di KKP. Hal ini agar tidak memunculkan keresahan.

Dalam siaran pers, yang diterima  Republika.co.id, Ketua Umum Federasi Pelaku  Usaha dan Perikanan Indonesia (Ferpukpi) Kris Budiharjo, mengatakan pembentukan Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (KHIT) memerlukan payung hukum berupa Peraturan Pemerintah (PP) terkait Badan Karantina yang sampai saat ini masih belum ada.

Berdasarkan pengalaman yang ada, kata Kris, pembentukan badan baru minimal membutuhkan waktu dua tahun untuk bisa berjalan efektif. "Belum lagi terkait pembentukan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berliku dan membutuhkan koordinasi lintas sektoral kementerian,” kata Kris saat bincang sore membahas peluang dan permasalahan industri perikanan di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur Selasa (31/3).

photo
Ketua Umum FERPUKPI, Kris Budiharjo (kanan) - (istimewa/doc humas)

Karena itu, Kris mengimbau pemerintah agar tidak tergesa-gesa di masa peralihan, yang bisa menimbulkan perbedaan budaya dan kesatuan kerja antara direktorat dengan badan, sehingga disinyalir memunculkan keresahan pengusaha.

“Pertahankan BKIPM yang memiliki SDM berkompeten serta infastruktur di 34 provinsi dengan memisahkan fungsi karantina secara perlahan. Atau bahkan menggabungkan PDS ke dalam BIPM sehingga menjadi Badan Inspektorat Peningkatan Mutu dan Daya Saing sambil menunggu terbentukanya KHIT,” kata Kris.

Wacana penggabungan BKIPM dengan PDS menjadi keniscayaan di tengah upaya menggenjot ekspor komoditas perikanan nasional. Apalagi jika mengacu ke regulasi perikanan dunia yang hanya mengakui sertifikat Hazard Analisys and Critical Control Point (HACCP) terkait ekspor impor komoditas.

Di Indonesia, industri harus mengantongi Sertifikasi Kelayakan Pengolahan (SKP) terlebih dahulu, sebelum mendapatkan HACCP. Selama SKP belum jadi, perusahaan tidak bisa mengekspor produk perikanan ke pasar luar negeri. Saat ini, penerbitan SKP menjadi kewenangan Dirjen PDSPKP. Sedangkan HACCP dikeluarkan BKIPM.

Bagi Kris, integrasi pembuatan SKP dengan HACCP di BKIPM dinilai akan lebih murah dan tidak perlu bedol desa. "Apalagi data daya saing internasional adanya di BKIPM,” ungkap Kris.

Meski menepis keresahan pelaku industri perikanan, namun Kris juga mengingatkan pemerintah jika perpindahan sistem selama proses pembentukan KHIT atau pun badan baru akan berpotensi menggerogoti Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SJMKHP). Padahal ini dibangun dengan susah payah oleh BKIPM. Dan ini telah diakui serta dipercaya oleh 39 negara mitra (UE, Tiongkok, Norwegia, Korea Selatan, Vietnam, Russia, dan Canada) melalui audit setiap tahunnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement