REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Proses peradilan atas kasus-kasus HAM berat di Indonesia, saat ini masih terhambat, dengan tiga kasus yang selesai di pengadilan HAM dan pengadilan HAM ad hoc. Sementara 12 kasus HAM berat lainnya mandek hingga berkas hasil penyelidikan saja.
Komnas HAM, Rabu (31/3), menyebut mekanisme pengadilan HAM berdasarkan UU No. 26 Tahun 2000 belum lepas dari unsur politis, dan itulah yang membuat banyak kasus masih jalan di tempat. Wakil Ketua Internal Komnas HAM Munafrizal Manan mengatakan, persoalan pelanggaran HAM yang berat diibaratkan seperti roaller coaster.
Harapan publik akan penyelesainnya berulang kali dilambungkan melalui pernyataan-pernyataan dan rapat-rapat, namun kemudian dihempaskan kembali oleh kenyataan tetap belum ada titik terang penyelesainnya.
"Bahkan justru kontraproduktif dengan harapan yang dijanjikan,"kata Manan dalam Diskusi Publik Refleksi Praktik Pengadilan HAM di Indonesia secara daring, Rabu (31/3).
Sehingga, lanjut Manan, yang terjadi sesungguhnya hanyalah politik buying time, mengulur-ulur waktu untuk terus mengambangkan persoalan ini. Hal tersebut terbukti dengan periode demi periode pemerintah yang terus berlalu, namun penyelesaian tak kunjung nyata.
"Kita jangan terbuai dan terperdaya oleh bekerjanya saat politik buying time ini. Kita perlu sungguh-sungguh mencoba langkah opsi alternatif agar persoalam ini tidak terus menjadi beban sejarah bangsa. Ada tanggung jawab moral, kemanusiaan dan sejarah yang dipikul," tegasnya.