REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah syarat dan peraturan perjalanan mengalami perubahan per 1 April 2021 mendatang. Hal ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Satgas Penanganan Covid-19 nomor 12 tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri Dalam Masa Pandemi.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito meminta masyarakat memperhatikan sejumlah poin syarat dan aturan perjalanan yang berubah dibanding yang tertuang dalam SE sebelumnya, yakni SE nomor 7 tahun 2021.
Perubahan pertama yang perlu diperhatikan, ujar Wiku, adalah masa berlaku hasil negatif tes PCR dari dan ke Pulau Bali kini menjadi 2x24 jam, berbeda dibandingkan aturan sebelumnya 3x24 jam. Kemudian perubahan selanjutnya, hasil negatif rapid test GeNose yang diperluas untuk seluruh moda transportasi.
"Penambahan opsi prasyarat perjalanan hasil negatif GeNose di tempat keberangkatan atau on site bagi di bandara, pelabuhan, stasiun kereta api, terminal, maupun di rest area yang telah menyediakannya," ujar Wiku dalam keterangan pers, Selasa (30/3).
Khusus untuk GeNose, imbuh Wiku, hanya berlaku untuk satu kali perjalanan, termasuk tahapan transit dalam perjalanan pesawat udara. Perubahan selanjutnya, untuk penyebaran laut kini juga wajib menunjukkan hasil negatif rapid antigen atau GeNose.
"Pada prinsipnya perubahan yang dilakukan oleh pemerintah melalui kebijakan pusat ini melibatkan keputusan antar kementerian terkait yang mengetahui dengan baik teknis oeprasional di lapangan," kata Wiku.
Wiku meminta masyarakat menaati perubahan aturan ini demi menekan penyebaran Covid-19.
Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo menyatakan, pengalaman selama pandemi Covid-19, membuktikan, mobilitas masyarakat selama musim liburan meningkatkan kasus Covid-19 di Tanah Air.
"Pengalaman kita setahun terakhir setiap liburan panjang pasti diikuti kasus harian meningkat, kasus aktif tinggi, keterisian RS yang juga semakin tinggi, termasuk angka kematian atau gugurnya para dokter dan tenaga kesehatan," kata Doni.
Doni menjelaskan, pengalaman inilah kemudian dibahas di rapat tingkat menteri, lalu akhirnya diputus oleh Presiden Joko Widodo. Sebab, data yang dikumpulkan Kementerian Perhubungan, jika kebijakan larangan mudik tidak dikeluarkan, akan ada 33 persen masyarakat yang akan mudik.
Namun, dengan adanya kebijakan larangan mudik sekalipun, diperkirakan masih ada 11 persen masyarakat yang tetap nekad mudik.
"Karena itu, tugas kita bersama termasuk teman teman media untuk mengingatkan bahaya mudik. Kita sudah lihat, (larangan bepergian) dua kali libur panjang terakhir ini yaitu libur Imlek dan juga Isra miraj tidak terjadi kenaikan kasus-kasus tinggi," ungkapnya.
Bahkan kata Doni, saat ini terjadi penurunan kasus aktif termasuk juga tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit semakin berkurang. Karena itulah, Pemerintah memutuskan agar mudik lebaran tahun ini dilarang sejak awal.
"Ini patut kita syukuri, tapi kita tidak boleh euforia seperti yang dikatakan Pak Wapres tadi dan selalu diingatkan presiden tidak boleh lengah jangan kan satu hari, satu jam , satu menit pun kita tak boleh lengah untuk menaati protokol kesehatan," ungkapnya.