Kamis 25 Mar 2021 15:44 WIB

Golkar Jelaskan Pentingnya Mahkamah Partai

Mahkamah Partai Golkar akan berusaha merangkul pihak-pihak yang berkonflik.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurul Arifin
Foto: istimewa
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurul Arifin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurul Arifin mengatakan, partainya telah melewati konflik besar yang berujung dualisme setelah reformasi. Namun, konsolidasi berhasil dilakukan dan berujung dibentuknya Mahkamah Partai Golkar. 

"Mahkamah partai sebagai lembaga yang netral ini penting dalam setiap partai, karena Mahkamah partai ini juga didirikan setelah terjadi banyak konflik di internal yang dapat menyelesaikan sengketa secara internal," ujar Nurul dalam sebuah diskusi daring yang digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kamis (25/3). 

Baca Juga

Lembaga netral tersebutlah yang akan berusaha merangkul pihak-pihak yang berkonflik di internal partai. Mahkamah partai sebagai sosok yang berusaha menciptakan kesolidan dalam internal Partai Golkar dan mencegah kembali terjadinya permasalahan. 

"Pentingnya menjaga soliditas internal partai politik dan karena seandainya kita solid di dalam, dari Luar mau goyang-goyang itu susah. Kalau dalamnya rapuh akan menjadi sangat mudah diganggu," ujar Nurul. 

Ia menceritakan, dualisme pernah terjadi di Partai Golkar yang berujung terjadinya dua musyawarah nasional (Nasional) yang memilih Aburizal Bakrie dan Agung Laksono sebagai ketua umum. Namun pada 2016, upaya rekonsiliasi dilakukan dengan adanya Mahkamah Partai Golkar yang menunjuk B.J Habibie dan Muhammad Jusuf Kalla untuk memimpin transisi. 

Tim transisi mengusulkan diselenggarakannya rapat pimpinan nasional (Rapimnas) dan musyawarah luar biasa (Munaslub) dengan melibatkan dua kubu yang berselisih. Rekonsiliasi pun berhasil dilakukan pasca-Munaslub 2016 yang menunjuk Setya Novanto sebagai ketua umum. 

"Hingga saat ini, kondisi internal Partai Golkar solid dengan dinamika yang stabil," ujar Nurul. 

Nurul menjelaskan, rekonsiliasi memang menghasilkan struktur kepengurusan yang gemuk karena mengakomodasi dua kubu yang berkonflik. Namun daripada itu, konflik dan dualisme berhasil ditangani tanpa kembali menimbulkan masalah. 

"Sebagai politis dibutuhkan sikap seorang negarawan yang mementingkan bangsa di atas segalanya," ujar anggota Komisi I DPR itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement