Kamis 25 Mar 2021 15:41 WIB

Penyakit tak Menular Jadi Proporsi Pembiayaan Tertinggi

Program JKN terpaku pada kuratif dan rehabilitatif daripada promotif dan preventif.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Wakil Presiden Maruf Amin.
Foto: Antara
Wakil Presiden Maruf Amin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan, salah satu proporsi pembiayaan tertinggi dalam jaminan kesehatan nasional (JKN), yakni pembiayaan Penyakit tidak Menular (PTM) Katastropik. Data BPJS Kesehatan menunjukkan pada tahun 2019 total biaya yang dikeluarkan untuk menangani Penyakit tidak Menular (PTM) katastropik mencapai Rp 20,27 triliun.

Ma'ruf menjelaskan, data riset kesehatan dasar 2013 dan 2018 menunjukkan peningkatan signifikan untuk prevalensi penyakit tidak menular yakni hipertensi dan diabetes melitus (DM). Ma’ruf mengatakan, prevalensi hipertensi naik dari 25,8 persen menjadi 34,10 persen  sementara prevalensi DM naik dari 6,9 persen menjadi 10,9 persen.

Baca Juga

Selain itu, kata Ma'ruf, Indonesia juga masih menghadapi tantangan berbagai penyakit menular. Indonesia merupakan negara dengan kasus tertinggi tuberkulosis ke-3 di dunia, setelah India dan China, dengan estimasi kasus sebanyak 842.000 per tahun.

Sedangkan, kasus kumulatif HIV dilaporkan mencapai 338.363 kasus, dan kasus kumulatif AIDS sebanyak 115.601 kasus per Maret 2019. Tantangan penyakit malaria juga masih ditemui di 214 kabupaten/kota.

Berdasarkan data itu, ia mengatakan, program JKN Indonesia selama ini masih terpaku pada upaya kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif di rumah sakit dibandingkan promotif dan preventif. JKN saat ini melayani berbagai penyakit mulai dari gawat darurat, infeksi, hingga penyakit kronis dan tidak menular

“Gambaran tingginya biaya kesehatan memberikan kesadaran kepada kita bahwa keberadaan jaminan kesehatan nasional kita selama ini masih terpaku pada upaya kuratif dan rehabilitatif yang cenderung bertumpu pada rumah sakit dibandingkan dengan memberdayakan masyarakat agar hidup sehat melalui upaya promotif dan preventif,” kata Ma'ruf saat memberi sambutan di Webinar Universitas Indonesia tentang Ketahanan dan Kemandirian Kesehatan Menuju Indonesia Emas tahun 2045, Kamis (25/3).

Karena itu, ia mendorong berbagai penguatan di bidang kesehatan dalam upaya preventif, termasuk kesadaran masyarakat. Sebab, tingginya biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh BPJS Kesehatan disebabkan oleh menurunnya kesadaran masyarakat akan faktor risiko penyakit tidak menular, seperti obesitas, merokok, kurangnya aktivitas fisik, dan rendahnya konsumsi buah dan sayuran.

Data BPJS Kesehatan tahun 2015–2018 juga menunjukkan, penyakit jantung mulai diderita pada kelompok usia yang lebih muda, yaitu mereka yang berusia 31 tahun, sementara diabetes dan stroke mulai banyak terjadi pada usia 41 tahun.

"Ini dapat menjadi titik balik dalam melakukan transformasi sistem kesehatan di negara kita yang harus menekankan kepada pemberdayaan masyarakat agar hidup sehat, yang pada dasarnya dapat ditempuh melalui berbagai program upaya promotif dan preventif," kata Ma'ruf.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement