REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito mengakui, adanya pemberian komitmen fee untuk memuluskan perizinan ekspor benih lobster atau benur. Hal itu disampaikan Suharjito dalam sidang lanjutan perkara atas dirinya terkait suap izin ekspor benih lobster atau benur, Rabu (24/3).
Agenda sidang lanjutan ini adalah mendengarkan keterangan ahli yang meringankannya. Dalam persidangan, Suharjito menyebut dirinya menghadapi masalah saat pengurusan izin ekspor di era kepemimpinan Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.
"Dalam perjalanan permohonan izin 4 Mei hingga 18 Juni baru ada (izin), kami ini sudah paham budidaya, tapi kami alami kesulitan dalam urusan izin," ujar Suharjito.
Lantaran menemui kendala, dia pun memerintahkan anak buahnya yang bernama Agus untuk menanyakan hal kendala tersebut ke Dirjen Budidaya. Hingga akhirnya diketahui jika salah satu faktor tak keluarnya izin yakni komitmen fee.
"Saudara Agus nanya ke Dirjen Budidaya, (katanya) tanyakan Stafsus, disitulah ada letak komitmen yang harus disampaikan ke saya uang, disampaikan Saudara Agus kisaran Rp 5 miliar bisa dicicil," kata Suharjito.
Suharjito pun menyerahkan komitmen fee sebesar 77 ribu dolar AS "Akhirnya saya membayar komitmen itu 77 ribu dolar AS yang disampaikan Agus. Saya cicil, 77 ribu dolar AS sama dengan Rp 1 miliar," kata Suharjito
Suharjito didakwa memberikan suap kepada Edhy sebesar 103 ribu dollar AS dan Rp 706 juta. Dalam dakwaan disebutkan, Suharjito menyuap Edhy Prabowo melalui Safri dan Andreau Misanta Pribadi selaku staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Ainul Faqih selaku staf pribadi Iis Rosita Dewi yang merupakan anggota DPR sekaligus istri Edhy Prabowo, dan Siswandi Pranoto Loe selaku Komisaris PT. Perishable Logistics Indonesia (PT. PLI) sekaligus Pendiri PT. Aero Citra Kargo (PT. ACK). Suap diberikan Suharjito guna mempercepat persetujuan perizinan ekspor benih lobster atau benur di KKP tahun anggaran 2020. Disebutkan dalam dakwaan, uang suap digunakan oleh Edhy dan istrinya untuk kepentingan pribadi.
Suharjito didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.