REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyuap Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito menyampaikan kecurigaannya ihwal adanya pihak lain yang juga Edhy Prabowo. Ia meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menindak pelaku lain dalam perkara ini.
"Kalau aku gelombang 4 nomor urut 35. Kan masih ada sampai 65 kan nomor urutnya," kata Suharjito di Gedung KPK, Rabu (23/4).
Suharjito mengaku hanya meminta izin ekspor benih lobster ke KKP. Dia tidak tahu jika uang komitmen fee yang diminta Edhy Prabowo merupakan tindak korupsi. Atas dasar itu, Suharjito meminta KPK untuk menindak para eksportir lainnya yang mendapat izin ekspor agar diproses hukum.
"Bukan apa-apa, kalau aku enggak diminta komitmen fee enggak mungkin aku begini. Ya kira-kira masa aku yang salah sendiri? Gitu saja logikanya kan," ujar Suharjito.
Dikonfirmasi ihwal dugaan penyuap lain dalam perkara ini, Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri memastikan tidak akan tebang pilih dalam mengusut perkara tersebut. "KPK tidak tebang pilih. Kami patuh pada aturan hukum yang berlaku. Sebagai penegak hukum, KPK harus bekerja atas dasar hukum yang berlaku," kata Ali Fikri.
Ali mempersilakan Suharjito menyampaikan hal-hal yang diketahuinya terkait perkara tersebut saat menjadi terdakwa ataupun ketika bersaksi di persidangan Edhy Prabowo. Ia pun memastikan keterangan Suharjito itu nantinya bakal dianalisis serta dikonfirmasi pada saksi-saksi maupun alat bukti lainnya.
"Kami analisis lebih lanjut keterangannya tersebut dengan mengkonfirmasi pada saksi-saksi dan alat bukti lainnya," ujarnya.
Ali menegaskan, KPK dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka mengacu pada kecukupan alat bukti. Bukan atas desakan atau permintaan dari pihak-pihak tertentu.
"Artinya sepanjang ditemukan setidaknya dua bukti permulaan yang cukup maka KPK akan menetapkan pihak-pihak lain juga sebagai tersangka dalam perkara ini," kata Ali.
Suharjito didakwa memberikan suap kepada Edhy sebesar 103 ribu dollar AS dan Rp 706 juta. Dalam dakwaan disebutkan, Suharjito menyuap Edhy Prabowo melalui Safri dan Andreau Misanta Pribadi selaku staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Ainul Faqih selaku staf pribadi Iis Rosita Dewi yang merupakan anggota DPR sekaligus istri Edhy Prabowo, dan Siswandi Pranoto Loe selaku Komisaris PT. Perishable Logistics Indonesia (PT. PLI) sekaligus Pendiri PT. Aero Citra Kargo (PT. ACK). Suap diberikan Suharjito guna mempercepat persetujuan perizinan ekspor benih lobster atau benur di KKP tahun anggaran 2020.
Disebutkan dalam dakwaan, uang suap digunakan oleh Edhy dan istrinya untuk kepentingan pribadi. Suharjito didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.