Selasa 23 Mar 2021 19:27 WIB

Survei SMRC: Warga DKI Paling Banyak Tolak Vaksinasi

Penolakan vaksinasi kedua terbanyak ada di Jawa Timur.

Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin COVID-19 AstraZeneca kepada santri di Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, Jawa Timur, Selasa (23/3/2021). Seluruh santri Pondok Pesantren Lirboyo ditargetkan mendapatkan suntikan vaksin AstraZeneca sebelum bulan ramadan sebagai upaya menanggulangi penyebaran COVID-19 di lingkungan pesantren.
Foto: Prasetia Fauzani/ANTARA FOTO
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin COVID-19 AstraZeneca kepada santri di Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, Jawa Timur, Selasa (23/3/2021). Seluruh santri Pondok Pesantren Lirboyo ditargetkan mendapatkan suntikan vaksin AstraZeneca sebelum bulan ramadan sebagai upaya menanggulangi penyebaran COVID-19 di lingkungan pesantren.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil survei nasional yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan persentase tertinggi warga yang menolak untuk divaksin Covid-19 adalah DKI Jakarta. Jumlahnya mencapai 33 persen.

"Ini temuan yang mengkhawatirkan, mengingat DKI adalah daerah yang yang memiliki tingkat penyebaran Covid-19 tertinggi di Indonesia," kata Direktur Riset SMRC, Deni Irvani, pada acara rilis survei nasional SMRC bertajuk "Satu Tahun Covid-19: Sikap dan Perilaku Warga terhadap Vaksin" yang dipresentasikan secara daring di Jakarta, Selasa (23/3).

Baca Juga

Berada di urutan kedua dan ketiga, yakni Jawa Timur 32 persen dan Banten 31 persen. Sementara persentase terendah penolakan untuk divaksin ditemukan di Jawa Tengah, yakni 20 persen.

Menurut Deni, tingginya tingkat penolakan terhadap vaksin di DKI Jakarta tampaknya sejalan dengan persepsi tentang keamanan vaksin. Di DKI Jakarta, sebagaimana juga di Sumatra, persentase warga yang tidak percaya vaksin dari pemerintah aman mencapai 31 persen.

Namun di sisi lain, kata dia, hanya 19 persen warga Jawa Tengah yang tidak percaya vaksin dari pemerintah aman.

Survei nasional SMRC juga mengungkapkan sejumlah temuan terkait aspek demografi warga. Secara nasional, persentase warga warga laki-laki yang menyatakan tidak bersedia divaksin (33 persen), lebih tinggi dari perempuan (26 persen).

Persentase warga berusia di bawah 25 tahun yang menyatakan tidak bersedia divaksin (37 persen), lebih tinggi dari kelompok usia 26-40 tahun (28 persen), 41-55 tahun (23 persen), dan lebih dari 55 tahun (33 persen). Persentase warga yang berpendidikan maksimal SD yang menyatakan tidak bersedia divaksin (34 persen), lebih tinggi dibandingkan kelompok berpendidikan tertinggi SMP (26 persen), SMA (29 persen), dan lebih dari SMA (26 persen).

Bila dilihat etnisitas, persentase terbesar etnik warga yang tidak mau divaksin adalah Madura (58 persen) dan Minang (43 persen). Sedangkan yang paling tinggi persentase bersedia divaksin adalah Batak (57 persen) dan Jawa (56 persen).

Bila dilihat dari sisi agama, tambah Deni, persentase warga muslim yang tidak bersedia divaksin (31 persen), lebih tinggi dari non-muslim (19 persen). Survei yang mencakup semua provinsi di Indonesia ini dilakukan pada 28 Februari 2021-8 Maret 2021 dengan metode wawancara tatap muka.

Survei ini melibatkan 1.220 responden yang dipilih secara acak, dengan margin of error 3,07 persen.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement