Selasa 23 Mar 2021 18:19 WIB

Fenomena Anak Kecanduan Gawai, Ini Pendapat Aisyiyah

Nasyiatul Aisyiyah turut prihatin dengan munculnya fenomena kecanduan gawai

Rep: Fuji E Permana/ Red: Gita Amanda
Seorang psikiater memeriksa pasien anak yang mengalami kecanduan gawai di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Jawa Barat, Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (18/3). Direktur RSJ Provinsi Jawa Barat Elly Marliyani mengatakan, jumlah pasien rawat jalan pada Klinik Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja RSJ Provinsi Jawa Barat pada bulan Januari hingga Februari 2021 sebanyak 14 pasien yang mengalami masalah kejiwaan dan lima pasien murni adiksi atau kecanduan penggunaan gawai. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Seorang psikiater memeriksa pasien anak yang mengalami kecanduan gawai di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Jawa Barat, Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (18/3). Direktur RSJ Provinsi Jawa Barat Elly Marliyani mengatakan, jumlah pasien rawat jalan pada Klinik Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja RSJ Provinsi Jawa Barat pada bulan Januari hingga Februari 2021 sebanyak 14 pasien yang mengalami masalah kejiwaan dan lima pasien murni adiksi atau kecanduan penggunaan gawai. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak-anak dari berbagai daerah dilaporkan kecanduan gawai dan gim, bahkan tidak sedikit anak-anak yang masuk Rumah Sakit Jiwa (RSJ) karenanya. Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah turut prihatin dengan munculnya fenomena kecanduan gawai dan gim hingga masuk RSJ di masa pandemi Covid-19 ini.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah, Diyah Puspitarini, mengatakan pihaknya melihat fenomena ini dari dua perspektif. Perama, melihat fenomena ini merupakan persoalan personal atau persoalan anak itu sendiri. Kedua, faktor eksternal atau lingkungan sekitar termasuk keluarga.

Baca Juga

"Kita tahu bahwa sepanjang satu tahun ini, dari Maret 2020 sampai Maret 2021, kita masih berjuang melawan pandemi Covid-19, sehingga hampir seluruh aktivitas kehidupan memang dialihfungsikan di rumah, termasuk anak-anak usia sekolah," kata Diyah kepada Republika,

Diyah mengatakan, pembelajaran saat ini berjalan secara daring. Sehingga banyak anak yang terpaksa atau mau-tidak-mau menjadikan gawai sebagai salah satu media pembelajaran di masa pandemi.

Menurutnya, kalau ditarik benang merahnya, maka persoalan anak secara personal itu ditunjang dengan pembiasaan. Pembiasaan memegang gawai ini terpaksa harus mereka pilih karena kondisi atau keadaan.

"Sebab si anak mungkin takut keluar atau dilarang keluarkan (karena sedang pandemi), namun di rumah belum ada pendampingan (yang tepat bagi anak), sehingga mereka memilih untuk beralih pada gadget (gawai)," ujarnya.

Diyah menilai, anak-anak tidak ada pilihan selain beralih ke gawai, sementara dengan gawai mereka bisa melakukan apa saja. Misalnya main gim, menonton Youtube dan lain sebagainya. Sementara orang tua mereka tidak bisa mendampingi anak-anaknya secara maksimal.

Ia menerangkan, kebanyakan yang masuk RSJ akibat gawai adalah anak-anak yang sedang mencari identitas atau sedang masa puber. Sedang mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

"Itu saya kira fatal sekali dan harus betul-betul kita perhatikan secara seksama, sehingga identitas yang mereka cari bukan pada imitasi dalam gadget (gawai) saja, tapi harus secara ril dan nyata yakni orang tua mereka yang menemani mereka di rumah," jelas Diyah.

Diyah mengatakan, faktor yang kedua adalah lingkungan sekitar atau orang tua yang perannya sangat besar. Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah ini mengingatkan, di masa pandemi, keluarga menjadi ujung tombak dari pencegahan penularan Covid-19.

Keluarga juga ujung tombak dalam melindungi anak dari berbagai dampak yang terjadi, misalnya dampak ekonomi, sosial dan lain sebagainya. Apabila orang tua bisa mendampingi anak secara intensif, dan berkomitmen dengan anak soal waktu memegang gawai, maka dampak buruk dari gawai dapat dicegah.

"Saya tidak 100 persen menyalahkan anak dan orang tua, karena memang dampak Covid-19 ini panjang, termasuk (dampaknya) mereka yang di-PHK, muncul persoalan akibat dampak sosial," ujarnya.

Nasyiatul Aisyiyah juga melihat fenomena yang terjadi di masa pandemi Covid-19. Seperti fenomena perkawinan anak, kekerasan dalam rumah tangga, dan bertambahnya kasus perceraian. Persoalan-persoalan ini menjadi salah satu faktor yang membuat anak mau tidak mau mencari pelarian. Sementara di masa pandemi ini, gawai adalah satu-satunya pelarian di rumah.

"Maka orang tua harus sadar betul bahwa kenyamanan anak (penting), dan apa yang terjadi satu tahun terakhir ini harusnya menjadi waktu yang bisa lebih melekatkan hubungan antara keluarga," ujar Diyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement