REPUBLIKA.CO.ID, Maret 2020 seharusnya menjadi hari paling membahagiakan bagi PT MRT Jakarta (Perseroda). Hal itu lantaran PT MRT Jakarta dijadwalkan merayakan hari ulang tahun (HUT) pertama pada 24 Maret 2020. Peresmian armada MRT Jakarta dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan pada 14 Maret 2019.
Sayangnya, momen HUT pertama PT MRT Jakarta berlalu begitu saja. Hal itu lantaran pemerintah menetapkan wabah Covid-19 sebagai bencana nasional nonalam pada 14 Maret 2020. PT MRT Jakarta pun ikut terdampak datangnya pandemi Covid-19.
Direktur Pengembangan Bisnis PT MRT Jakarta, Farchad Husein Mahfud menjelaskan, jumlah penumpang Ratangga menurun drastis akibat pandemi Covid-19. Pandemi memaksa masyarakat mengurangi aktivitas di luar dan menghindari kerumunan.
Ditambah kebijakan pemerintah yang menetapkan pegawai bekerja dari rumah atau work from home (WFH) turut memicu penurunan drastis penumpang MRT Jakarta. Tidak ingin larut dalam kesedihan, PT MRT Jakarta ingin segera bangkit menyambut HUT ke-2 pada 24 Maret 2021.
"Tahun lalu tak bisa peringati HUT MRT dengan semarak, karena pandemi menyergap semua. Tahun ini kita ingin rebut kesempatan yang hilang. Kita kampanyekan MRT aman untuk semua, kita dorong semakin banyak ingin naik MRT sejauh menjaga protokol kesehatan (prokes) Covid-19," kata Farchad saat menjadi pembicara webinar 'New Lifestyle Experience in MRT Jakarta' di Jakarta, belum lama ini.
PT MRT Jakarta memang termasuk yang paling terdampak pandemi Covid-19. Masyarakat yang takut tertular Covid-19 akhirnya menjauhi transportasi publik ketika bepergian. Menurut Farchad, pada Mei 2020, penumpang MRT Jakarta tinggal 1.500-an orang per hari. Angka itu turun jauh dibandingkan pada 2019, di mana rata-rata tingkat penumpang MRT Jakarta mencapai 80 ribu per hari.
Bahkan, pada Januari dan Februari 2021 atau sebelum terjadi pandemi, penumpang MRT Jakarta mencapai 88 ribu orang per hari. Farchad bersyukur, data terakhir penumpang moda transportasi Ratangga sudah di angka 20 ribuan dan mendekati 25 ribu per hari.
Laporan kasus Covid-19 di Jakarta yang menurun dan program vaksinasi sudah berjalan turut mengerek kenaikan penumpang MRT Jakarta. "Setahun kemudian, Maret 2021 ada tanda-tanda baru Jakarta sebagai pusat dan sentral ekonomi nasional mulai bangkit, MRT terkena dampaknya bangkit. Aktivitas ekonomi berjalan normal, MRT mulai dipenuhi penumpang lagi," kata Farchad.
Melihat peluang ekonomi mulai menggeliat, pihaknya ingin manfaatkan momentum tersebut untuk mendorong publik agar bisa percaya kembali untuk naik MRT Jakarta. Menurut dia, jika kepercayaan publik menggunakan transportasi umum pulih maka juga bisa menjadi kunci mendorong ekonomi di Jakarta dan nasional menggeliat lagi.
Karena itu, menurut Farchad, perseroan terus berupaya memberikan layanan prima bagi penumpang. Caranya, PT MRT Jakarta menjaga kepercayaan dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes) secara ketat agar masyarakat tidak khawatir naik transportasi berbasis rel tersebut.
Dengan berusaha meyakinkan masyarakat bahwa naik MRT Jakarta aman maka pelan-pelan jumlah penumpang bisa naik. "Protokol kesehatan itu dijaga di MRT, karena semua bisa melihat MRT menjaga betul. Baik di stasiun dan di Ratangga," ucapnya.
Direktur Utama (Dirut) PT MRT Jakarta, William P Sabandar menuturkan, datangnya pandemi Covid-19 memaksa perusahaan mengubah dan bertransformasi dalam menjalankan roda bisnis. Dia menyebut, PT MRT Jakarta tidak bisa lagi menjalankan bisnis dengan pendekatan biasa saja atau seperti ketika sebelum terjadi pandemi.
"Itu sudah ketinggalan zaman. Kalau mau survive dan ingin tetap berada dan relevan sesuai konteks bisnis dan pembangunan, karena MRT Jakarta ini adalah perseroda maka satu-satunya cara bertahan adalah dengan kolaborasi," kata William dalam webinar bertema 'The Environment and Sustainability Need for All', belum lama ini.
Dia menegaskan, PT MRT Jakarta harus mengubah bisnis di luar normal (beyond normal), dengan tidak lagi hanya mengandalkan ridhership. William menjelaskan, perusahaan tidak bisa hanya berstatus sebagai moda pengangkut masyarakat, melainkan juga mesti memberi pengalaman dan gaya hidup bagi penumpang.
Karena itu, PT MRT Jakarta menggandeng beberapa perusahaan rintisan (start up) untuk bekerja sama saling mendukung mendorong masyarakat menggunakan transportasi publik. Tujuannya juga supaya penumpang yang naik Ratangga bisa mendapatkan pengalaman berharga ketika mengakses berbagai fitur dan fasilitas yang disajikan di aplikasi MRT Jakarta.
"Kita mencoba berkolaborasi dengan teman start up, MRT tentu sebagai identitas kita membawa penumpang bukan hanya kendaraan fisik, tentu dilengkapi kenyamanan dan aspek digital, kombinasi ini akan positif arahnya," ucap William.
Selain itu, pihaknya juga menempuh strategi beyond transport network. William menerangkan, perusahaan ingin agar kehadiran Ratangga bisa dirasakan masyarakat secara nyata tidak semata sebagai sarana mobilitas, tetapi juga ikut berperan memperbaiki kondisi Ibu Kota. Selama ini, Jakarta identik dengan kemacetan dan polusi udara.
Dengan hadirnya MRT Jakarta, menurut dia, kemacetan terbukti bisa berkurang. Hal itu lantaran masyarakat kini memiliki alternatif transportasi bebas macet. Dia pun ingin agar kehadiran MRT Jakarta bisa membawa perubahan bagi Ibu Kota.
"Kita mulai bergerak keluar dari suasana (kemacetan) itu. Kalau menikmati Jakarta di jalur protokol Sudirman Thamrin, kita bisa merasakan itu. Tentu mengubah kota pengembangannya membawa dampak luar biasa, kita bisa bangga menjadi warga Jakarta dan Indonesia," ujar William.
Perbanyak integrasi
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) DKI Jakarta, Tory Damantoro mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI terus mendorong agar integrasi antarmoda semakin banyak. Kebijakan itu dilakukan agar penumpang bisa semakin mudah berpindah dari satu moda ke moda yang lain. Sehingga masyarakat semakin tertarik untuk menggunakan transportasi umum.
Kondisi itu terjadi berkat beroperasinya MRT Jakarta, yang telah menjadi pilihan masyarakat. Hanya saja, ia menyarankan, ada tiga strategis yang perlu dilakukan pemangku kepentingan agar integrasi antarmoda bisa berjalan maksimal.
Pertama adalah integrasi layanan, dengan membuat jadwal antarmoda transportasi bisa lebih nyambung. Misalnya, kedatangan bus Transjakarta tepat ketika penumpang keluar dari stasiun MRT dan ingin melanjutkan perjalanan.
Keduanya, integrasi pembayaran sehingga satu kartu bisa dipakai untuk MRT Jakarta, bus Transjakarta, dan KRL Commuter Line, termasuk angkot Jaklingko. Ketiga, yang perlu ditekankan adalah integrasi layanan.
"Dengan adanya MRT tuntutan masyarakat (naik), ingin angkutan umum level layanan setara dengan MRT. Mereka keluar MRT mereka ingin menggunakan moda selevel layanan MR. Ini berkah bagi Jakarta. Untuk itu, layanan angkutan (harus) mempunyai kesamaan standar," kata Tory saat menjadi pembicara 'FGD Pekerja Transportasi Pada Masa Integrasi Transportasi Umum' di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengatakan, pandemi Covid-19 telah mengubah perilaku manusia. Dia menyebut, di Jakarta mobilitas menurun karena lebh satu juta dari ribuan perusahaan harus bekerja di rumah dan ada 1,5 juta siswa yang belajar di rumah. Adanya kebijakan work from home, study from home, dan webinar memunculkan kebiasaan baru di masyarakat.
Fenomena itu harus bisa ditangkap PT MRT Jakarta dalam menyambut perilaku baru masyarakat agar mereka tetap mau naik transportasi publik. "Ini sebuah peluang. Ada peluang perubahan pola mobilitas," kata Anies saat menjadi pembicara webinar bertema 'Rebuilding Cities Post Covid-19'.