Senin 22 Mar 2021 21:08 WIB

Juliari Bantah Perintahkan Anak Buah Kumpulkan Fee Bansos

Bantahan Juliari berbeda dengan keterangan Matheus Joko Santoso di persidangan.

Foto double exposure Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara memberikan kesaksian saat menjalani sidang yang berlangsung virtual di gedung KPK, Jakarta, Senin (22/3). Juliari Peter Batubara dihadirkan sebagai saksi pada sidang untuk terdakwa Harry Van Sidabuke terkait kasus dugaan korupsi bantuan sosial Covid-19. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Foto double exposure Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara memberikan kesaksian saat menjalani sidang yang berlangsung virtual di gedung KPK, Jakarta, Senin (22/3). Juliari Peter Batubara dihadirkan sebagai saksi pada sidang untuk terdakwa Harry Van Sidabuke terkait kasus dugaan korupsi bantuan sosial Covid-19. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Sosial Juliari P. Batubara membantah memerintahkan anak buahnya untuk mengumpulkan fee dari pengadaan bantuan sosial (bansos) sembako COVID-19. Hal itu diungkapkan Juliari saat bersaksi untuk terdakwa penyuapnya, Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja.

"Tidak pernah perintahkan fee Rp10 ribu per paket," kata Juliari di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (22/3).

Baca Juga

Juliari memberikan kesaksian melalui video conference untuk Harry Van Sidabukke yang didakwa menyuapnya senilai Rp 1,28 miliar dan Ardian Iskandar Maddanatja yang didakwa memberikan suap senilai Rp 1,95 miliar. Suap diberikan terkait dengan penunjukan perusahaan penyedia bansos sembako Covid-19.

"Pernah Saudara meminta untuk biaya operasional sembako Covid-19?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK M. Nur Azis.

"Tidak pernah," jawab Juliari.

"Pernah dengar surat edaran LKPP Nomor 3 tahun 2020 tentang Penyediaan Barang dan Jasa Covid-19 yang menyebutkan para pihak, termasuk pengguna anggaran (PA), kuasa pengguna anggaran (KPA) dan pejabat pembuat anggaran (PPK) wajib memenuhi etika pengadaan?" tanya jaksa Azis.

"Tidak tahu," jawab Juliari.

"Tahu ada aturan bahwa pejabat pengadaan tidak boleh menawarkan atau menjanjikan atau menerima hadiah, komisi, rabat dari seseorang atau patut terkait dengan pengadaan barang dan jasa?" tanya jaksa Azis.

"Tidak pernah tahu," jawab Juliari.

"Pernah meminta audit BPKP terkait dengan pelaksanaan bansos sembako?" tanya jaksa.

"Yang pernah saya minta adalah pendampingan tetapi ditindaklanjuti oleh BPKP semacam audit. Saya pernah datang ke BPKP bersama Sekjen dan Irjen agar minta dikawal dalam pengadaan bansos karena kami tidak ingin ada masalah dalam pengadaan ini dan BPKP selaku pengawas internal pemerintah melakukan itu hanya saja yang follow up itu dirjen dan sekjen, saya hanya buka jalan," jawab Juliari.

"Pernah terima hasil audit tahap 1 dan 2?" tanya jaksa.

"Belum pernah," jawab Juliari.

"Ada menerima laporan kelebihan pembayaran dan kemahalan harga dari pengadan bansos?" tanya jaksa.

"Tidak disampaikan secara detail seperti itu dan saya juga tidak terima hard copy-nya, jadi saya tidak mengetahui," ungkap Juliari.

Dalam sidang pada 8 Maret 2021, pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako Covid-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos Matheus Joko Santoso mengaku pernah diminta oleh mantan Plt. Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Kementerian Sosial sekaligus kuasa pengguna anggaran (KPA) pengadaan bansos Adi Wahyono untuk mengumpulkan uang sebesar Rp35 miliar atas permintaan Juliari Batubara. Namun, jumlah yang dapat dikumpulkan Joko seluruhnya adalah Rp 14,7 miliar. Nilai tersebut berasal dari pemungutan Rp10 ribu per paket sembako yang nilainya Rp300 ribu per paket.

 

photo
Edhy dan Juliari Layak Dituntut Mati - (Infografis Republika.co.id)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement