Kamis 18 Mar 2021 20:32 WIB

Kuasa Hukum Juliari Duga MJS dan AW Sengaja Cari Alibi

Pernyataan MJS dan AW soal arahan menteri diduga untuk lepas tanggung jawab.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Yudha Manggala P Putra
Suasana sidang virtual terkait dugaan suap pengadaan bansos untuk penanganan Covid-19 dengan terdakwa Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar yang digelar secara virtual di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (15/3). Jaksa Penuntut Umum menghadirkan saksi mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pengadaan bantuan sosial (bansos) untuk penanganan Covid-19 di Kementerian Sosial (Kemensos), Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Suasana sidang virtual terkait dugaan suap pengadaan bansos untuk penanganan Covid-19 dengan terdakwa Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar yang digelar secara virtual di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (15/3). Jaksa Penuntut Umum menghadirkan saksi mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pengadaan bantuan sosial (bansos) untuk penanganan Covid-19 di Kementerian Sosial (Kemensos), Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim kuasa hukum mantan menteri sosial Juliari Peter Batubara (JPB) Maqdir Ismail menduga ada pihak yang ingin "cuci tangan" dalam kasus dugaan korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19. Dugaannya diarahkan pada Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW).

Keduanya memberikan kesaksian bahwa ada arahan dari menteri Juliari terkait penerimaan hadiah.

"Kesan yang hendak ditampikan oleh AW dan MJS bahwa mereka melakukan tindakan menerima hadiah atau janji karena jalankan perintah menteri. Sepanjang yang saya ketahui, tidak ada arahan menteri untuk menerima hadiah dan janji, tetapi arahan menteri agar keduanya menjalankan tugas mereka secara baik sesuai dengan aturan," kata Maqdir dalam keterangannya, Kamis (18/3).

Maqdir menilai pernyataan keduanya diduga karena ingin lari dari tanggung jawab hukum. "Pernyataan adanya pengarahan menteri, menurut hemat saya sengaja disampaikan sebagai alibi agar mereka tidak dihukum atau kalau dihukum mendapat hukuman yang ringan," imbuh Maqdir.

Maqdir melanjutkan, berkenaan soal arahan Menteri ini tidak selayaknya dipertanyakan atau disampaikan dalam perkara terdakwa Ardian Iskandar Maddanatja (AIM) dan Harry Van Sidabukke (HVS). Perkara dengan AIM dan HVS adalah karena mereka memberikan hadiah atau janji kepada AW dan MJS.

AW, kata Maqdir, adalah selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Satuan Kerja Kantor Pusat Kementerian Sosial Tahun 2020 dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk Pengadaan Barang/Jasa Bantuan Sosial Sembako Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

"Hal patut disesalkan bahwa dalam dakwaan AIM dan HVS, selalu disebut bahwa JPB menerima hadiah dari AIM dan HVS, tetapi tidak pernah dinyatakan dalam uraian surat dakwaan mengenai cara dan tempat JPB menerima hadiah dan janji. Tentu hal ini yang kami perdalam nanti dalam perkara dari klien kami JPB," ujar Maqdir.

Pada Senin (15/3), staf ahli mantan menteri sosial Juliari Peter Batubara, Kukuh Ari Wibowo menyatakan bahwa Juliari Peter Batubara tidak pernah memberikan arahan untuk menargetkan dana sebesar Rp 35 miliar dari vendor. Ia juga mengaku tidak ada komitmen fee sebesar Rp 10.000 per paket, ataupun adanya pembagian klaster vendor untuk bansos.

Keterangan Kukuh tersebut berbeda dengan keterangan mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemensos Adi Wahyono yang juga dihadirkan sebagai saksi. Dalam keterangannya Adi menyebut ada arahan dari Juliari perusahaan yang tidak memberikan uang tidak usah diberikan pekerjaan lagi.

Saat dikonfrontasi dengan kesaksian Kukuh tersebut, Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso, menyatakan tetap dengan kesaksian mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement