REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyatakan, Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI) akan menjadi koordinator untuk keamanan laut Indonesia. Dia memastikan, adanya peran tersebut tidak lantas mengurangi kewenangan masing-masing pihak yang ada di bawah koordinasi Bakamla nantinya.
"Kalau melihat perjalanan masa lalu minimal ada dua masalah, pertama masalah koordinasi dengan institusi-institusi lain," ungkap Mahfud usai mengikuti Rapat Pimpinan Bakamla RI 2021 di Markas Besar Bakamla, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (16/3).
Mahfud mengatakan, sejak 2016 lalu pemerintah telah mengarahkan agar perlahan-lahan koordinasi keamanan laut dilakukan di bawah satu atap saja. Rencananya, Bakamla RI yang akan menjadi sentral koordinasi atau koordinator keamanan laut tersebut.
"Ini koordinasi istilahnya, jadi Bakamla menjadi sentral koordinasi. Koordinasi saja, tidak akan mengurangi kewenangan masing-masing agar semuanya bisa terpadu langkah kita di dalam mengamankan laut," kata mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Pada rapat pimpinan tersebut Mahfud mengaku membahas soal membangun budaya bahari di dalam pengamanan laut. Budaya kelautan merupakan budaya egaliter yang dalam melakukan kegiatan secara kerja sama dan rukun.
"Jangan ikut budaya kontinen. Karena budaya kontinen, budaya daratan, itu budaya Eropa di mana orang bermusuhan, cari menang-kalah dan sebagainya. Tidak ada kerukunan," jelas Mahfud.
Tahun lalu, Kepala Bakamla RI Laksamana Madya TNI Aan Kurnia menilai tata kelola keamanan laut di Indonesia saat ini belum optimal. Hal ini lantaran adanya tumpang tindih kewenangan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia.
"Ini dampaknya cukup dirasakan oleh pelaku ekonomi di mana sering para pelaku ekonomi ini diperiksa oleh aparat yang berbeda untuk objek hukum yang sama, yang berimplikasi pada peningkatan biaya logistik," kata Aan Kurnia dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Senin (22/6/2020).
Ia mengatakan tata kelola keamanan laut yang ideal mesti dibangun dari peran elemen kelembagaan yang dilandaskan pada kesamaan visi dan paradigma serta penyederhanaan peraturan.
"Kemudian proses tata kelola keamanan laut ini dikelola dalam satu pintu sehingga output dari tata kelola satu pintu ini adalah tata kelola keamanan laut yang baik dan terbangun sistem kewaspadaan maritim serta pemanfaatan sumber daya secara optimal dan pertumbuhan ekonomi," katanya.
Aan mengatakan, ada delapan bentuk ancaman faktual dan potensial terjadi di laut, yaitu pelanggaran wilayah, perompakan bersenjata, kecelakaan di laut, trans organized crime, "Illegal, Unreported, Unregulated Fishing" (IUUF), pencemaran di laut, terorisme di laut, dan invasi.
"Dari bentuk ancaman tersebut, invasi merupakan ancaman yang paling kecil terjadi meskipun berbahaya terhadap kedaulatan, sedangkan IUUF merupakan ancaman yang paling sering terjadi dan trans organized crime merupakan ancaman paling berbahaya karena memiliki dampak yang luas dan jangka panjang," kata lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) 1987 ini.
Mantan Pangkolinlamil ini menambahkan, dari sejumlah permasalahan keamanan maritim, dengan melihat kekuatan dan kelemahan, serta peluang dan ancaman yang potensial dan faktual, maka dapat disusun konsep strategi maritim Indonesia untuk menghadapi seluruh ancaman ini secara sistematis.
"Strategi maritim ini bertumpu pada presence at sea sebagai strategi keamanan maritim, explore the sea sebagai strategi ekonomi maritim, dan trust build by sea sebagai strategi diplomasi maritim," tuturnya.