REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Amar (54 tahun), warga Dusun Cilangkap, Kampung Luwuk yang dikenal Kampung Cae, Desa Sukajadi, Kecamatan Wado, Kabupaten Sumedang tidak menyangka kecelakaan 'maut' bus Sri Padma Kencana yang terperosok ke jurang dan menewaskan 27 orang, Rabu (10/3) petang berada tidak jauh dari kediamannya sekitar 50 meter. Sesaat sebelum kejadian ia tengah memperbaiki saluran air pam yang berada tidak jauh dari lokasi parit dan kolam tempat jatuhnya bus tersebut.
Bus berisi rombongan penumpang yang sudah berziarah itu datang dari arah Malangbong, Kabupaten Garut hendak menuju ke Subang. Saat berada di jalan alternatif Wado-Malangbong, tepatnya di turunan tanjakan Cae, bus menabrak pagar pembatas jalan dan masuk ke jurang jatuh di parit dan kolam.
Sebelum azan magrib berkumandang, Rabu (11/3) kemarin ia memperbaiki saluran air yang berada di sekitar parit dan kolam tempat jatuhnya bus. Usai itu, ia langsung mengecek apakah air mengalir ke kediamannya sekitar 50 meter dari lokasi kejadian.
Namun saat dicek, air tidak keluar di kamar mandi rumahnya. Ia pun berniat kembali memperbaiki saluran air tersebut. Saat azan selesai berkumandang, Amar mengaku keluar rumah dan di saat itu terdengar suara gemuruh bersumber dari tanjakan Cae, jalan Wado-Malangbong yang berada lebih atas dari rumahnya.
"Kedua kali mau memperbaiki air, jam 6 (magrib) lebih, istri mau sholat. Baru mau keluar, di sana (jalan) menggelinding bus, ngaguruh (bergemuruh) langsung masuk parit," ujarnya saat ditemui di kediamannya, Kamis (11/3).
Ia mengaku jika saat kejadian masih berada di sekitar parit dan kolam bisa jadi turut menjadi korban terkena pohon-pohon yang patah akibat dihantam bus. Pasca bus tersebut masuk ke parit dan kolam, Amar mengaku langsung berusaha menolong para penumpang yang berada di dalam bus bersama seorang warga lainnya Ago (60 tahun).
Amar masih mengingat jelas seorang penumpang yang pertama dievakuasi yaitu bocah berusia 3 tahun dalam keadaan selamat. Namun, dibagian pinggir bagasi bus, bagian tengah bus, ia melihat dua orang penumpang tergeletak dalam kondisi sudah meninggal dunia.
Kondisi bangkai bus dalam keadaan rusak parah dengan posisi terbalik. Amar pun mengaku sempat melihat tubuh penumpang bagian bawah yang terjepit oleh bangkai bus saat melakukan evakuasi. Selanjutnya warga setempat bersam-sama turun mengevakuasi penumpang.
"Ada yang terjepit, pakai peralatan kami enggak mampu baru bisa dievakuasi sama Basarnas sejam kemudian," katanya.
Ia menuturkan, bahwa tanjakan Cae merupakan salah satu jalan alternatif yang rawan kecelakaan. Sebelumnya beberapa tahun silam, 13 orang penumpang bus Maju Jaya meninggal dunia di jalur tersebut. Selain itu, dua orang yang tengah membawa singkong menggunakan truk turut meninggal dunia akibat kecelakaan di Tanjakan Cae.
Amar berharap pemerintah daerah dapat memperhatikan kondisi di Tanjakan Cae untuk segera memperkuat pembatas jalan dan dipermanenkan. Lampu penerangan yang menggunakan tenaga surya di Tanjakan Cae pun sudah beberapa bulan tidak berfungsi termasuk jarak antara lampu penerangan yang terlalu jauh.
"Rentan dari sana (arah Malangbong), orang tidak tahu jalan menurun dan berkelok sehingga direm, direm aja (panas) jadi blong. Ini terjadi gak sekali," ungkapnya.
Amar mengaku sudah beberapa kali mengajukan permohonan agar fasilitas lampu penerangan diperbaiki namun tidak kunjung terealisasi. Kecelakaan yang sering terjadi pun dikeluhkan warga karena khawatir terkena ke pemukiman warga.
Berdasarkan data kepolisian, 27 orang jenazah telah teridentifikasi di Rumah Sakit Umum Daerah Sumedang, sebanyak 26 jenazah sudah dibawa pihak keluarga dan satu jenazah masih di rumah sakit. 39 orang selamat dan mengalami luka-luka, 24 diantaranya masih di rumah sakit dan sisanya sudah dijemput keluarga.