REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte menolak vonis hukuman penjara empat tahun yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) untuk kasus penghapusan status red notice dan DPO Djoko Tjandra. Irjen Napoleon menegaskan nama baiknya dan keluarganya telah dihina.
Reaksi Irjen Napoleon Bonaparte itu bermula ketika hakim ketua Muhammad Damis selesai membacakan hak-hak terdakwa. Hakim Damis pun menanyakan keputusan Napoleon atas vonis tersebut.
Kepada Majelis Hakim, Irjen Napoleon menjawab dengan tegas jika dia lebih baik mati. Sebab, dengan adanya perkara ini dia menilai nama baik dirinya dan keluarganya telah dihina.
"Yang saya hormati Majelis Hakim yang mulai dan para hadirin. Cukup sudah pelecehan martabat yang saya derita dari Juli tahun lalu sampai hari ini. Saya lebih baik mati dari pada martabat keluarga dilecehkan seperti ini," tegas Irjen Napoleon di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/3).
"Saya menolak putusan hakim dan mengajukan banding," tegasnya.
Sementara Jaksa penuntut umum memilih untuk pikir-pikir terlebih dahulu dan diberikan waktu 7 hari. Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama pihak lainnya dalam kasus ini. Irjen Napoleon terbukti menerima suap 370 ribu dollar AS dan 200 ribu dollar Singapura.
Dalam pertimbangan Majelis Hakim, untuk hal yang memberatkan, Napoleon dinilai tidak mendukung program pemerintah untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi. Perbuatan Napoleon sebagai anggota Polri juga dapat menurunkan citra, wibawa, dan nama baik kepolisian.
"Terdakwa lempar batu sembunyi tangan. Sama sekali tidak menyesali perbuatan," kata Hakim.
Untuk hal yang meringankan, Napoleon dianggap berlaku sopan selama persidangan, belum pernah dijatuhi pidana sebelumnya, mengabdi anggota Polri lebih dari 30 tahun, dan punya tanggung jawab keluarga.
Napoleon terbukti bersalah melanggar Pasal 5 ayat 2 junto Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.