REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan energi bersih terus dikejar untuk mencapai target yang diharapkan. Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM, Chrisnawan Anditya mengatakan, pemerintah terus melakukan evaluasi pada 2012 sampai 2019 yang hasilnya terdapat pertumbuhan Energi Baru Terbarukan (EBT). Namun, percepatan EBT masih kurang meyakinkan.
“Ya antara realisasi dengan target belum bisa matching karena menurut RPNJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) di tahun 2015 sampai 2019 itu percepatan EBT-nya meningkat, namun antara energi terbarukan itu lebih kecil dibandingkam pembangkit tenaga batu bara,” jelasnya saat webinar Katadata yang bertajuk ‘Opportunities and Challenging’ pada Selasa (9/3).
Selain itu, tantangan yang dihadapi adalah investasi. Jika energi terbarukan ini ingin berkembang pesat di Indonesia maka diperlukan incumbent utility atau utilitas milik investor. Ini dilakukan untuk memperkuat sistem jaringan transmisi dan distribusi. Dana yang dibutuhkan untuk kemajuan energi terbarukan memakan biaya sebesar 167 miliar dolar Amerika Serikat.
“Ini tidak saja tugas kementerian ESDM di Bappenas tapi tugas semua stakeholder, energi terbarukan. Tanpa integrasi harmonisasi hanya di sektor energi, industri transportasi, dan lain-lain, tanpa ada satu perencanaan yg terintegrasi, tidak bisa mempercepat pelaksanaan akselerasi pemanfaatan energi baru terbarukan,” kata dia.
Direktur Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM, Chrisnawan Anditya mengatakan pengembangan EBT pada 2025 akan mencapai 23 persen, sampai akhir 2020 ini target yang didapat berada di angka 11,20 persen. Menurutnya, angka tersebut masih jauh untuk mencapai target di 2025.
“Namun 5 sampai 6 tahun kedepan peningkatannya sudah menurun artinya kita sudah menerapkan EBT bersih seperti yang diharapkan kedepannya, jadi masih bisa lebih berkembang,” jelasnya.
Ia mengakui, Indonesia memiliki potensi energi surya yang sangat besar. Namun utilities atau daya guna yang masih kecil yaitu 2,5 persen tetapi penelitian masih terus berjalan untuk potensi yang bisa dikembangkan kedepannya.
“Saat ini transisi Indonesia dalam penggunaan energi berbasis EBT masih kita dorong dengan memenuhi demand, fokusnya di PLTS,” ucapnya.