Sabtu 06 Mar 2021 12:43 WIB

Pengamat: KLB Demokrat tak Lazim dan Membingungkan Publik

Siti Zuhro prihatin publik dipertontonkan atraksi politik yang tak lazim.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Bayu Hermawan
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro
Foto: Republika/Mimi Kartika
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, menilai Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatra Utara (Sumut) tak lazim. Salah satunya karena penyelenggaraan KLB tersebut tidak sesuai AD/ART partai yang masih berlaku.

"Mengapa tidak lazim? Ya karena yang menggelar KLB itu tidak mengikuti AD/ART partai dan bahkan Ketum (ketua umum) yang dimunculkan bukan kader," ujar Siti dalam diskusi daring Polemik Trijaya, Sabtu (6/3).

Baca Juga

Siti mengatakan, KLB Demokrat versi Deli Serdang itu pun membingungkan masyarakat serta para pegiat demokrasi, pengamat politik, intelektual, dan akademisi yang sedang belajar demokrasi. Peristiwa KLB itu cukup memprihatinkan karena menjadi konsumsi publik.

"Membingungkan kita semua, ada apa dengan Demokrat, mengapa KLB mendadak muncul, apa dampaknya tentunya bagi kesinambungan Partai Demokrat setelah munculnya Moeldoko sebagai ketum versi KLB Sumut," katanya.

Di samping itu, lanjut dia, berdasarkan perspektif demokrasi, KLB Demokrat di Deli Serdang sangat memprihatinkan karena melanggar kaidah dan peraturan partai. Aturan dalam AD/ART partai yang seharusnya dipatuhi semua kadernya.

"KLB telah menafikan etika dan norma dan menjungkirbalikkan peraturan partai. Publik tak hanya dibuat bingung, keprihatinan muncul dari atraksi politik semacam ini," kata Siti.

Menurutnya, di tengah masyarakat yang sedang berjibaku dengan pandemi Covid-19 seperti ini, para elite justru bersaing hanya untuk kepentingan Pemilu 2024. Siti menyebut, dampak dari syahwat politik tak terkendali ini membebani masyarakat, karena perhatian dan energi terkuras dengan aksi yang dipertontonkan para aktor politik.

"Mengapa kita ini, kita bangsa Indonesia ini cenderung mengedepankan otot, dan bukan otak, nilai-nilai budaya terpuji bangsa ini seolah-olah dinafikan begitu saja," ucapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement