REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa tersangka penetapan perizinan ekspor benih lobster Andreau Pribadi Misanta (APM). Staf khusus menteri kelautan dan perikanan (KKP) itu dikonfirmasi terkait kepemilikan sejumlah aset yang diduga dibeli menggunakan uang suap dari para eksportir benih lobster.
"Tim penyidik KPK masih terus mendalami dugaan kepemilikan berbagai aset milik yang bersangkutan dan aliran sejumlah dana ke berbagai pihak yang mana sumber uang untuk pembelian aset-aset tersebut diduga dari kumpulan para ekspoktir yang mendapatkan ekspor di KKP," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat (5/3).
Pemeriksaan Andreau dilakukan pada Kamis kemarin. Ali mengatakan, Andreau Pribadi Misata diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka Edhy Prabowo (EP) dan kawan-kawannya.
Seperti diketahui, KPK telah mentersangkakan tujuh orang tersangka yakni mantan menteri kelautan dan perikanan (KKP) Edhy Prabowo (EP) Stafsus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM), Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD), Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih (AF) dan Amiril Mukminin (AM). Mereka merupakan tersangka penerima suap.
Sementara pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito (SJT). Para tersangka pemerima diyakini mendapatkan suap dari para perusahaan yang ditetapkan sebagai pengekspor benih lobster sebesar Rp 9,8 miliar.
Uang tersebut masuk ke rekening PT ACK yang merupakan penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster. Uang itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp 9,8 miliar.
Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril. Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istri-nya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.